
JAKARTA (Suara Karya): Ikatan Guru Indonesia menyambut positif kebijakan pemerintah terkait penyaluran dan penggunaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) tahun 2020. Meski ada kekhawatiran kebijakan tersebut akan berdampak hukum terhadap kepala sekolah (kepsek).
“Kepsek dapat bermasalah dengan hukum, karena mereka didorong untuk membiayai sesuatu, meski tak ada peruntukannya dalam dana BOS,” kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim di Jakarta, Selasa (11/2/20).
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah tahun ini mengubah kebijakan penyaluran dan penggunaan dana BOS menjadi lebih fleksibel. Selain ditransfer langsung ke sekolah, dana untuk guru honorer juga dinaikkan hingga 50 persen. Sementara, tahun lalu dibatasi hingga 20 persen.
Ramli menilai, peningkatan alokasi dana BOS hingga 50 persen untuk guru honorer sesungguhnya kontraproduktif dengan keputusan DPR RI dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang akan menghapus sistem honorer. Alokasi dana untuk guru honorer seharusnya 0 persen.
“Biarkan pemerintah daerah yang memikirkan solusi atas masalah kekurangan guru di daerahnya masing-masing. Karena, peningkatan porsi honorer dalam skema dana BOS secara otomatis akan mengurangi pembiayaan untuk kebutuhan lain yang juga mendesak di sekolah,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Ramli, porsi dana BOS belum adil bagi sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan kondisi geografis berat. Padahal kebutuhan untuk pengelolaan sekolah dengan siswa yang sedikit juga membutuhkan dana yang tak sedikit.
“Perlu affirmasi khusus untuk sekolah di daerah terpencil, yang jumlah siswanya sedikit. Karena jika dihitung dari jumlah siswa, dana yang diperoleh tidak akan cukup,” ujarnya.
Dan yang tak kalah penting, lanjut Ramli, kemungkinan terjadinya perkara hukum bagi kepala sekolah. Karena mereka didorong untuk membiayai sesuatu, padahal tak ada pos anggarannya dalam dana BOS.
“Pemda juga masih punya kekuatan mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah. Sehingga kewenangan kepsek dalam mengelola dana BOS menjadi dilematis. Hal-hal semacam ini seharusnya juga mendapat perhatian dari pemerintah,” tuturnya.
Ramli menyebut sisi positif atas kebijakan baru dana BOS adalah transfer langsung dari pusat ke sekolah. Karena bukan rahasia lagi, jika ada daerah yang menahan dana BOS dengan berbagai alasan. “Momentum politik pun kadang jadi faktor, kenapa dana BOS baru dicairkan menunggu terpilihnya kepala daerah baru,” katanya.
Sisi positif lainnya, menurut Ramli, pencairan dana BOS hingga 70 persen pada semester pertama akan membantu operasional sekolah. Selama ini sekolah harus pinjam dana dari pihak ketiga dengan bunga pinjaman hingga masa pencairan. “Lewat skema baru ini, semoga tak ada lagi sekolah yang berhutang,” katanya menandaskan. (Tri Wahyuni)