
JAKARTA (Suara Karya): Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) merancang masa depan Indonesia pada 2045. Skenario itu penting untuk menghadapi situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexcity and Ambiguity) akibat revolusi digital dan pandemi corona virus disease (covid-19).
Ketua Umum ILUNI UI Andre Rahadian dalam Diskusi Publik dan Peluncuran Riset Masa Depan Indonesia: Manusia dan Pemimpin Indonesia 2045 secara virtual, Selasa (10/11/20) menekankan pentingnya perencanaan Indonesia 2045 dari saat ini.
“Banyak game changer dalam beberapa tahun belakang ini, mulai dari revolusi 4.0, masuknya kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan pandemi covid-19, membuat kita harus bersiap dan menjadi orang-orang yang tahan dan agile akan segala macam perubahan,” ujarnya.
Ia menyebutkan, riset ILUNI UI akan digarap menjadi riset komprehensif, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan mulai mahasiswa dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI), serta para alumni dan akademisi UI.
“Kami harapkan juga masukan dari guru-guru besar UI. Semoga hasil risetnya bisa menjadi masukan untuk pemangku kepentingan,” ujar Andre.
Hal senada dikemukakan Ketua ILUNI UI Rahmat Yananda. Katanya, proyek riset bertajuk ‘Masa Depan Indonesia: Manusia dan Pemimpin Indonesia 2045’ itu merupakan perencanaan skenario manusia Indonesia untuk menghadapi situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexcity, Ambiguity) akibat revolusi digital dan pandemi covid-19.
“Pandemi akan menjadi kekuatan primer, menambah ketidakpastian dan kompleksitas serta mempengaruhi perkembangan megatren. Untuk itu, riset ini mencoba mengantisipasi masa depan Indonesia jelang usia 100 tahun,” kata Rahmat.
Rahmat mengatakan VUCA menjadi isu penting untuk menghadapi dunia yang tidak pasti. Menurutnya, manusia saat ini tidak bisa hidup dalam situasi statis dan harus siap dengan situasi kekacauan (chaos).
VUCA dinilai jadi determinan utama dalam menentukan arah tren ke depan. ”Kita tidak membayangkan dunia akan meredup selama 7 bulan semenjak virus covid-19 diumumkan menyebar di Wuhan. Dalam lima tahun pertumbuhan ekonomi bertahan di 5 persen, lalu tiba-tiba dalam waktu sebentar menjadi minus,” ujarnya.
Rahmat menjabarkan perencanaan skenario menggunakan kerangka waktu dan peta jalan selama 25 tahun, terhitung dari 2020 sampai dengan 2045. Riset gabungan ILUNI 4.0, Policy Center dan ILUNI UI akan mengangkat 5 isu yakni teknologi informasi, covid-19 dalam aspek psikologi sosial di Indonesia, globalisasi, perempuan dan lingkungan, serta demografi dan gender.
“Sebelum riset dilaksanakan, ILUNI UI memerlukan masukan dan saran dari berbagai pihak agar riset yang dihasilkan komprehensif. Setelah itu dilakukan review oleh ahli dan akademisi UI,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, Ketua ILUNI 4.0 Fithra Faisah Hastiadi mengatakan, banyak pakar menyebut bahwa covid-19 mempercepat perubahan masa depan. Dari pertumbuhan ekonomi terkontraksi dua kuartal berturut-turut, ternyata sektor informasi, komunikasi dan teknologi justru tumbuh di atas rata-rata.
“Ada perubahan perilaku, karena orang-orang bekerja lebih efektif dan efisien. Tapi, di sisi lain ada tantangan karena kita berada dalam bonus demografi,” katanya.
Menurut Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB UI), peluang bonus demografi akan selesai di tahun 2030. Sementara, untuk bisa lolos dari Perangkap Pendapatan Menengah (Middle Income Trap), bonus demografi tersebut harus dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6-6.5 persen.
Ditambahkan, pertumbuhan tersebut harus ditopang dengan pertumbuhan produktivitas. Namun, permasalahan lainnya dari 7 juta pengangguran, 4 juta penduduk berusia 15-24 tahun mendominasi angka pengangguran.
“Segala permasalahan tadi kuncinya cuma satu, yaitu pendekatan teknologi. Untuk membuat pertumbuhan lebih inklusif, maka teknologi juga lebih inklusif,” tuturnya.
Menurut Fithra, pemberdayaan dari masyarakat di level terbawah hanya bisa terjadi kalau masyarakatnya sudah berdaya dan bisa memanfaatkan teknologi dengan baik. (Tri Wahyuni)