Suara Karya

Indonesia Ajak Internasional Sinergikan Pengelolaan Gambut Lewat ITPC

JAKARTA (Suara Karya): Indonesia mengajak pemangku kepentingan dari berbagai negara, mulai dari pemerintah, akademisi, hingga pelaku usaha untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman pengelolaan gambut melalui platform yang dikembangkan International Tropical Peatlands Center (ITPC).

Indonesia memandang perlu sinergi tersebut untuk kelestarian gambut yang memiliki peran penting dalam dunia global.

“Lewat sinergi ini, kita bisa melakukan identifikasi kesenjangan dan tantangan, serta mencari solusi dalam menjaga ekosistem gambut,” kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Justianto saat membuka diskusi tentang pengelolaan gambut di World Forestry Congress XV di Seoul, Korea Selatan, Kamis (5/5/22).

ITPC didirikan pada 2018, dimana Indonesia menjadi salah satu pionirnya. Indonesia juga menjadi tuan rumah untuk Sekretariat ITPC. Saat ini ITPC terus mendapat dukungan internasional dan sejumlah negara yang secara resmi ikut bergabung.

Lead Coordinator ITPC, Haruni Krisnawati mengatakan, ITPC juga sudah mengembangkan ‘The Peatland Knowledge Platform’ yang bisa diakses secara online, sehingga para pemangku kepentingan bisa saling berbagi pengetahuan dalam pengelolaan gambut.

Platform tersebut, lanjut Haruno, dirancang untuk berbagi informasi tentang pengelolaan gambut, wadah bagi para peneliti untuk bertukar pengetahuan dan hasil penelitian, serta mereka yang ingin meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan gambut.

“Platform juga bisa dimanfaatkan oleh media untuk membantu penyebarluasan kebijakan dan praktik terbaik dalam pengelolaan gambut,” ucapnya.

Sementara itu, Deputy Director APP Sinar Mas, Iwan Setiawan menjelaskan, pengelolaan gambut diawali dengan pemetaan topografi menggunakan LiDAR. Berdasarkan peta topografi tersebut, APP Sinar Mas merancang zonasi tata air pada konsesinya di lahan gambut.

“Pembuatan sekat kanal dan monitoring juga dilakukan, agar tinggi permukaan air tetap sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujar Iwan.

Pemetaan LiDAR telah menjelajah 11.000 kilometer lahan gambut di pesisir Timur Sumatera dan Kalimantan Barat. Selain lebih dari 4,5 juta hektare lahan gambut di pesisir Sumatera terpetakan.

Karena gambut harus dilakukan dengan pendekatan lanskap, lanjut Iwan, maka penting untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Masyarakat di desa harus mendapat pendampingan untuk peningkatan kapasitas dalam mengelola gambut dan manajemen tata airnya.

Kepala Sub Direktorat Perlindungan Gambut KLHK Muhamad Askary mengatakan, Indonesia sebagai pemilik 24,6 juta hektare gambut, berkomitmen untuk mengelola gambut secara berkelanjutan.

“Ada sekitar 3,6 juta hektare lahan gambut yang dikelola perusahaan dan 49.874 hektare lahan yang dikelola masyarakat telah dipulihkan. Itu di luar pemulihan yang dilakukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang mencapai 900 ribu hektare,” katanya.

Askary memastikan restorasi gambut dilaksanakan dengan baik dan masuk dalam sistem informasi pemantauan air gambut secara online, yang mencakup areal seluas 3,6 juta hektare. “Ini merupakan sistem pemantauan air gambut terbesar di dunia,” ucapnya menegaskan.

Director of Global Forestry Reaseach Division National Institute of Forest Science Republik Korea, Choi Hyung-Soon mengatakan, gambut tropis penting untuk dikelola dengan lestari karena menentukan hajat hidup masyarakat global.

“Dengan luas mencapai 42 juta hektare di seluruh dunia, lahan tersebut diperkirakan menyimpan 148 Giga ton karbon setara CO2. Gambut adalah faktor penting dalam mitigasi bencana perubahan iklim,” ucap Choi Hyung-Soon. (Tri Wahyuni)

Related posts