JAKARTA (Suara Karya): Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan Otoritas Regulator Obat (National Medicines Regulatory Authorities/NMRAs) antaranggota Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI. Pertemuan digelar pada 21-22 November 2018 di Jakarta.
“Saat ini ada 40 negara yang konfirmasi kehadiran dari 57 negara anggota OKI. Ketidakhadiran 17 negara lainnya, karena beberapa faktor seperti urusan finansial, izin dqn masalah politik di negaranya masing-masing,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito kepada wartawan di Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Disebutkan sejumlah agenda yang akan dibahas dalam pertemuan internasional itu, antara lain, soal vaksin, obat paten, inovasi obat bioteknologi, kehalalan obat, penanggulangan masalah obat palsu dan masalah lainnya.
“Pertemuan ini diupayakan menghasilkan Deklarasi Jakarta, sebagai payung untuk kegiatan kerja sama otoritas regulator obat atau semacam BPOM di negara antaranggota OKI,” ujarnya.
Penny menambahkan, pihaknya akan memanfaatkan pertemuan NMRAs untuk memperkuat daya saing produk vaksin dan obat di Tanah Air. Tercatat ada 217 industri farmasi di Indonesia dan Biofarma yang telah mengekspor produk vaksinnya ke 130 negara dunia.
“Dari 130 negara, 40 negara diantaranya adalah anggota OKI. Kami harap Biofarma melalui pertemuan ini dapat memperluas pasar vaksinnya hingga ke seluruh negara anggota OKI,” katanya.
Menurut Penny, pertemuan NMRAs menjadi penting karena kemitraan dalam bidang farmasi sangat penting untuk negara-negara Muslim yang tergabung dalam OKI. Bahkan, Indonesia juga menginisiasi perlunya pembentukan forum kepala Otoritas regulator obat kepada OKI.
“Pada 2017 lalu, OKI menunjuk Indonesia sebagai ‘center of excellence’ untuk farmasi di antara anggota OKI. Itu sebabnya Indonesia dipilih sebagai tuan rumah dalam pertemuan NMRAs yang baru pertama kali diselenggarakan,” ujarnya.
Alasan pertemuan ini, Penny menjelaskan, karena kapasitas keilmuan kefarmasian di antara anggota OKI belum merata. Sehingga butuh forum agar bisa saling memberi manfaat antaranggota OKI.
“Perlu ada sinergi antarnegara OKI untuk memastikan obat termasuk vaksin yang digunakan masyarakat memenuhi syarat khasiat, keamanan, mutu dan kehalalannya,” katanya.
Ia menyebut baru ada 7 negara anggota OKI yang memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin. Ketujuh negara itu adalah Indonesia, Iran, Senegal, Tunisia Uzbekistan, Bangladesh dan Mesir.
Menurut Penny, Indonesia bisa berkontribusi banyak dalam NMRAs. Terlebih Indonesia memiliki kontribusi kepemimpinan intelektual di bidang obat di antarnegara OKI.
“Vaksin dan obat Indonesia memiliki kualitas ekspor yang diakui Badan Kesehatan Dunia (WHO). BPOM juga sudah mendapat pengakuan sebagai otoritas regulator vaksin yang dinilai baik oleh WHO,” kata Penny menandaskan. (Tri Wahyuni)