JAKARTA (Suara Karya): International Social Security Association (ISSA) atau Asosiasi Jaminan Sosial se-Dunia menggandeng BPJS Kesehatan menggelar simposium virtual internasional bertajuk “Leadership in Social Security” atau ISSA LEAD.
“Ini merupakan simposium virtual terbesar dari ISSA karena dihadiri sekitar 700 partisipan yang terdiri dari pimpinan (CEO) dan senior manager program jaminan sosial dari 101 negara di dunia,” kata Dirut BPJS Kesehatan dalam keterangan pers usai simposium, Kamis (28/1/21).
Dijelaskan, simposium akan merumuskan bagaimana penyelenggara jaminan sosial dunia mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia, dalam konteks kepemimpinan, sumber daya manusia dan inovasi (leadership, managing people and innovation) di era digitalisasi dan pandemi corona virus disease (covid-19) yang melanda seluruh dunia.
Fachmi Idris dalam simposium tersebut memaparkan pengalamannya memimpin BPJS Kesehatan sejak persiapan hingga awal badan itu baru berdiri, hingga saat ini mengelola 83 persen jaminan kesehatan penduduk Indonesia dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Tantangan para pimpinan jaminan sosial akan semakin besar di masa mendatang,” ujarnya.
Disebutkan, ada 4 hal utama yang harus dilakukan negara. Diantaranya, tanggap terhadap kebutuhan pelanggan/peserta, membangun ekosistem bersama dengan para stakeholder, implementasi dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan regulasi, kondisi sosial, budaya serta politik, serta pemanfaatan data untuk pengembangan layanan.
“Tantangan terbesar saat ini, para pelaku jaminan sosial harus lebih tanggap atas kebutuhan konsumen di tengah keterbatasan ruang gerak masyarakat akibat pandemi covid-19,” katanya.
Fachmi menambahkan, transformasi digital sudah tak bisa terelakkan. Apalagi struktur masyarakat sudah mulai didominasi generasi digital atau generasi Y (milenial) dan generasi Z. Pimpinan jaminan sosial juga harus mampu mendorong para pemangku kepentingan dalam satu ekosistem digital.
Dalam implementasi Program JKN-KIS, ekosistem teknologi informasi secara alamiah terbentuk di tengah tantangan revolusi industri 4.0. Bahkan, hal itu mulai terasa mengubah tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
“Berbagai layanan digital yang tumbuh di era JKN-KIS mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia sebagai negara berkembang. Terlebih di era pandemi covid-19n berbagai layanan digital terus dikembangkan. BPJS Kesehatan sendiri sudah melakukan digitalisasi dalam setiap bisnis proses layanan,” ujarnya.
Fachmi mencontohkan, implementasi verifikasi klaim secara digital yang berimbas pada efisiensi untuk tenaga verifikator. Diakuinya, pada awal implementasi resistensi tentu saja terjadi, namun butuh kepemimpian yang kuat untuk mengubah pola pikir agar program berhasil dilaksanakan.
“Begitu pun implementasi rujukan online, antrean layanan secara online, konsultasi dokter tanpa tatap muka dan optimalisasi program promotif dan preventif secara online,” ucapnya.
Di lingkup pemberian informasi dan administrasi kepesertaan juga dikembangkan pelayanan berbasis digital seperti penggunaan aplikasi Mobile JKN, layanan administrasi melalui chat melalui CHIKA dan PANDAWA.
“Resistensi pasti ada, apalagi Indonesia adalah negara berkembang. Butuh kepemimpinan yang andal, terbuka, mampu berkolaborasi dan beradaptasi dengan baik untuk mewujudkan tantangan tersebut,” kata Fachmi menandaskan. (Tri Wahyuni)