Suara Karya

IWI: Pandemi Covid-19 Ubah Pola Konsumsi Air Bersih di Indonesia

.JAKARTA (Suara Karya): Hasil kajian Indonesia Water Institute (IWI) 2021 menunjukkan pandemi corona virus disease (covid-19) telah mengubah pola konsumsi air bersih di Indonesia. Jika hal itu tidak diantisipasi pemerintah, peluang terjadinya krisis air bersih sangat tinggi.

Ketua sekaligus pendiri IWI, Firdaus Ali mengemukakan hal itu dalam webinar bertajuk ‘Study of Clean Water Consumption Patterns during Covid-19 Pandemic’ yang digelar baik secara daring maupun luring dari Jakarta, Kamis (11/2/2021).

Pembicara kunci dalam webinar adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimulyono.

Firdaus Ali menjelaskan, kajian dilakukan sejak 15 Oktober hingga 12 November 2020 yang melibatkan 1.296 responden di seluruh Indonesia. Karena pandemi, maka survei dilaksanakan secara daring.

Hasil kajian menunjukkan peningkatan konsumsi air bersih hingga 3 kali libat dibandingkan sebelum pandemi. Karena anggota keluarga lebih banyak tinggal di rumah, sesuai anjuran pemerintah untuk membatasi mobilitas dan penerapan protokol kesehatan.

“Air bersih tak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi juga menjadi air minum di beberapa daerah yang tidak terjangkau oleh air minum dalam kemasan (AMDK),” ujarnya.

Di daerah yang terjangkau oleh AMDK, lanjut Firdaus Ali, masyarakat cenderung memilih AMDK sebagai alternatif sumber air minum. Namun dalam masa pandemi, masyarakat yang biasanya menggunakan AMDK, terpaksa menggunakan air bersih untuk konsumsi.

“Keluarga kini berhemat, karena selama pandemi terjadi peningkatan biaya hidup hingga 7 persen dibanding sebelum pandemi. Kondisi semacam ini harus diantipasi pemerintah agar tak hanya terjadi krisis air, tetapi sudah mengarah ke krisis ekonomi,” ujarnya.

Firdaus menilai, pentingnya pembenahan infrastruktur air bersih dalam waktu cepat, karena Indonesia hingga saat ini belum sampai pada puncak pandemi covid-19.

“Sebelum pandemi, Indonesia sebenarnya tengah menghadapi krisis air bersih. Penyediaan air bersih perpipaan oleh perusahaan air minum baru menjangkau 21,8 persen dari total penduduk Indonesia berjumlah 270,2 juta orang, berdasarkan data BPS 2021,” tuturnya.

Karena itu, menurut Firdaus Ali, negara harus turun tangan mengatasi isu krisis air bersih dengan membangun infrastruktur yang modern dan menjangkau seluruh Indonesia. Karena air baku di Indonesia jumlahnya melimpah (mencapao 3,9 trilyun meter kubik), namun airnya tidak sampai ke masyarakat.

“Pemerintah juga harus mengambil alih penetapan tarif air bersih agar terjangkau masyarakat. Perlunya menarik investasi atau kapital dari sumber-sumber non APBN/APBD,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Firdaus Ali, andemi covid-19 menghasilkan perilaku baru di masyarakat, terutama berkaitan dengan protokol kesehatan, yakni mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Karena itu pentingnya ketersediaan air bersih agar protokol kewehatan dapat dijalankan secara benar.

Ketersediaan air bersih juga berhubungan dengan isu stunting, yang saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah. “Bila air bersih tidak cukup tersedia, maka cita-cita menciptakan SDM Indonesia Unggul akan sulit dicapai,” ujar Firdaus Ali menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts