JAKARTA (Suara Karya): Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi digital telah mengantar warganet memasuki dunia komunikasi yang tanpa batas wilayah (borderless). Cukup dengan telepon pintar, warga bisa mengakses, membagikan beragam informasi di dunia digital dari mana pun dan ke mana pun, tanpa batas wilayah bahkan lintas negara.
Tentu, bukan berarti bebas tanpa batas. Ada etika digital yang mesti dipatuhi. ”Netizen mesti paham netiket saat berinteraksi di media sosial, karena etika digital merupakan tata krama di dunia nyata yang dampaknya, kalau tak dipatuhi, bisa berisiko nyata di dunia nyata,” ujar influencer Azmy Zen dalam diskusi #MakinCakapDigital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di Kp. Bantar Kidul, Desa Cisimeut, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak, Banten, Kamis (16/2/2023) malam.
Ada setidaknya lima etika yang mesti dipatuhi saat bermedsos, lanjut Azmy. Ketika menyampaikan pesan di grup WA atau beragam akun medsos pribadi, pertama, jangan gunakan kata kasar. Apalagi dengan huruf kapital yang provokatif, lantaran bisa ditafsirkan Anda sedang marah.
Kedua, jangan menyebar konten atau video aksi kekerasan atau pornografi yang tak disaring kebenarannya. ”Yuk, jadikan saring sebelum sharing menjadi budaya atas semua info yang kita dapat di medsos,” tambah Azmy, yang juga seorang penyiar radio.
Ketiga, masih kata Azmy, kita tidak boleh sembarang posting berita bohong (hoaks) di medsos. Keempat, kita mesti menghormati hak cipta orang lain. Saat mengutip tulisan atau mengambil foto dan video karya orang, biasakan kutip sumbernya.
”Kelima, biasakan bertindak bijak menyampaikan data pribadi orang di medsos, seperti foto KTP atau info pribadi lainnya,” pesan Azmy dalam diskusi bertajuk ”Menjadi Netizen yang Bijak dalam Bermedia Sosial”, yang disesaki ratusan peserta lintas usia.
Pentingnya menyaring informasi sebelum sharing ditegaskan ulang oleh Raka Maukar, narsum lain, dalam diskusi yang dimoderatori pegiat media sosial Joan Permana. Mengutip data Kominfo, Raka mencatat ada 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu (hoaks).
”Lewat situs itu, internet ditengarai disalahgunakan oleh sekelompok orang untuk memunculkan perundungan dan perpecahan sosial dalam masyarakat. Untuk itu, mengacu netiket, menjadi penting membuat kita bijak dan santun di dunia maya,” papar Raka.
Diskusi yang dikoordinir Komunitas Warga Cisimeut ini merupakan bagian dari program Indonesia Makin Cakap Digital (IMCD) 2023, yang kick off-nya dilaksanakan pada 27 Januari 2023. Program nasional Kominfo yang berkolaborasi dengan Siberkreasi dan 18 mitra jejaring ini membidik segmen pendidikan dan segmen kelompok masyarakat sebagai peserta.
Tahun ini, IMCD menargetkan 5,5 juta peserta, utamanya warga masyarakat yang belum pernah mengikuti kegiatan literasi digital. IMCD sendiri bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan teknologi digital secara positif, produktif, dan aman.
Setiap kegiatan literasi digital – yang kali ini diselenggarakan di 10 wilayah kegiatan dari Sumatera hingga Papua – akan membahas setiap tema dari sudut pandang empat pilar utama. Yakni, kecakapan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital.
Dari perspektif keamanan digital, narsum berikut: Mia Marcelina menyebut, tak cuma dampak hukum yang diatur pasti dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk penyalahgunaan etika di dunia digital. Dampak sosial juga membuat warganet merasa insecure, tidak aman saat berinteraksi di medsos. Data Kominfo 2021 menyebut angka 7 dari 10 warganet kini justru merasa tak aman lagi bermedsos.
”Salah satunya karena banyaknya risiko bully, saling bullying, khususnya di kalangan warganet remaja. Ini tentu bisa dikurangi kalau mereka makin bijak dan menjaga netiket saat bermedsos,” pungkas Mia, guru musik yang tampil sebagai key opinion leader. (Anna)