
JAKARTA (Suara Karya): Sejumlah perguruan tinggi antusias menyambut kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ‘Merdeka Belajar Episode ke-6: Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi’. Karena kampus kini bukanlah ‘menara gading’.
Hal itu terungkap dalam diskusi media yang digelar Ditjen Pendidikan Tinggi, Kemdikbud secara virtual, Jumat (6/11/20) malam. Dua pembicara dalam diskusi itu Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih dan Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS), Jamal Wiwoho.
Kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-6 diresmikan Presiden Joko Widodo secara vurtual pada Selasa (3/11). Hadir dalam kesempatan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim.
Rektor UNS, Jamal Wiwoho mengatakan, transformasi dana pemerintah untuk perguruan tinggi merupakan bentuk kepedulian pemerintah agar perguruan tinggi mampu bersaing dan berkolaborasi dengan industri.
“Di negara-negara maju, perusahaan yang bagus menyerahkan urusan risetnya kepada perguruan tinggi. Tetapi di Indonesia, malah dipercayakan ke R & D (Research and Development) dari luar,” ujarnya.
Jamal berharap, dunia industri di Indonesia memercayakan R & D produk-produknya ke kampus dalam negeri. Ia yakin, kebijakan Kampus Merdeka akan mendekatkan dunia industri dengan kampus, yang selama ini dirasakam masih berjarak.
“Delapan indikator kinerja umum (IKU) yang digagas Kemdikbud, lalu dibagi menjadi tiga poin yaitu kualitas lulusan, kualitas kurikulum, serta kualitas dosen dan pengajar ini mudah sekali untuk dibentangkan,” ujarnya.
Maksudnya, lanjut Jamal, Kebijakan Kampus Merdeka memberi kesempatan kampus mempersiapkan diri untuk berkolaborasi dengan dunia usaha/dunia industri. Karena dirasakan kampus bukan lagi episentrum menara gading dengan bersikap santai di kampus.
“Sementara produk kampus yaitu kualitas lulusannya tidak bisa menjawab tantangan zaman,” kata Jamal.
Lewat transformasi tersebut, kata Jamal, kerja sama antara dosen menjadi lebih terinstitusionalisasi. Karena di Kedaireka.id akan terlihat siapa ‘penjual’ dan diapa ‘pembeli’-nya. Termasuk didalamnya, tantangan dan solusi yang mungkin terjadi dari proses kerja sama tersebut.
“Kemdikbud jadi punya informasi, siapa saja dosen yang telah berkiprah. Ini jadi bisa terlembagakan dan terorganisasi dengan sebaik-baiknya,” ucap Jamal.
Pernyataan senada dilontarkan Rektor Unair, Mohammad Nasih. Katanya, kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-6 disambut baik kalangan pengusaha. “Kami di kampus juga bergerilya untuk dapar pendanaan yang baik. Saat mau eksekusi, ternyata ada wabah. Urusan keuangan perusahaan jadu terganggu,” ujarnya.
Nasih menambahkan, semua rektor telah sepakat menggunakan IKU Kemdikbud. Sehingga dihasilkan lulusan yang lebih kompetitif dan tidak memalukan almamater.
“Selama ini, kendala kita soal finansial. Nah, sekarang sudah ada transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi. Kami merasa kebijakan ini sangat menguntungkan,” katanya.
Menanggapi apresiasi yang disampaikan para Rektor, Dirjen Pendidikan Tinggi, Nizam mengatakan, kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-6 akan membantu mahasiswa ubtuk mengenal dunia kerja meski masih berkuliah.
“Dunia kerja bukan hanya industri, tapi juga usaha. Dengan demikian, dosen bukan hanya sekadar menyusun makalah, tetapi lebih ke bagaimana hasil penelitian itu bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Nizam.
Karena itu, lanjut Nizam, mahasiswa tak boleh lagi hanya asyik dalam kelas, tapi bisa melakukan problem based learning. Sehibgga ada sumbangsih nyata ilmu dari kampus kepada masyarakat.
Sebelumnya, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) berbasis kinerja telah diselenggarakan rutin oleh Kemdikbud. Kini, pendanaan diberikan berdasarkan insentif dan ketercapaian delapan IKU yang menjadi fondasi transformasi dikti.
Di dunia industri, menurut Nizam, hal semacam itu juga diberikan macam-macam insentif seperti tax deduction, pada matching fund. Karena itu, minat industri untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi sangat positif.
“Kami sudah ketemu Kadin, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), sektor energi, otomotif, kebun, tambang, dan lain-lain. Semuanya menanggapi positif dan siap kolaborasi,” ucapnya.
Ditjen Dikti telah menyiapkan wadah yang disebut kedaireka.id, supaya perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri untuk berbagi tantangan dan solusi atas tantangan
Adapun 8 Indikator Kinerja Utama (IKU) yang diluncurkan Kemdikbud sebagai landasan transformasi pendidikan tinggi, disebutkan lulusan harus mendapat pekerjaan yang layak dengan upah diatas upah minimum regional, menjadi wirausaha, atau melanjutkan studi. Kedua, mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus melalui magang, proyek desa, mengajar, riset, berwirausaha, serta pertukaran pelajar.
Ketiga dosen berkegiatan di luar kampus dengan mencari pengalaman industri atau berkegiatan di kampus lain. Keempat, praktisi mengajar di dalam kampus atau merekrut dosen yang berpengalaman di industri.
Kelima, hasil kerja dosen (hasil riset dan pengabdian masyarakat) dapat digunakan masyarakat dan mendapatkan rekognisi internasional. Keenam, program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia baik itu dalam kurikulum, magang, maupun penyerapan lulusan.
Ketujuh, kelas yang kolaboratif dan partisipatif melalui evaluasi berbasis proyek atau metode studi kasus. Kedelapan, program studi berstandar internasional dengan akreditasi atau sertifikasi tingkat internasional. (Tri Wahyuni)