
JAKARTA (Suara Karya): Perguruan tinggi kini dilibatkan dalam penanganan stunting lewat Program Kampus Siaga dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Program tersebut bekerja sama Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Bidang Gizi (Aipgi).
“Program Kampus Merdeka memberi peluang kepada mahasiswa kesehatan untuk membantu menangani stunting di Indonesia,” kata Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, Kemdikbud Aris Junaidi pada acara talkshow Perayaan Hari Gizi Nasional, secara virtual, pada Rabu (3/2/2021).
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sekaligus Ketua Percepatan Penurunan Stunting, Hasto Wardoyo serta Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga Rektor IPB University, Arif Satria.
Aris menjelaskan, mahasiswa bidang kesehatan selama satu semester akan mendampingi kasus stunting (gangguan pertumbuhan fisik dan otak pada anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama). Kegiatan tersebut harus melalui diseminasi dan pengarahan oleh dosen, sebelum langsung terjun ke lapangan.
“Hak belajar 3 semester di luar program studi dalam Program Kampus Merdeka sebenarnya tak berlaku bagi mahasiswa bidang kesehatan. Namun, hal itu berubah seiring perkembangan, dimana banyak ‘best practice’ dapat diterapkan mahasiswa bidang kesehatan,” ucapnya.
Aris mencontohkan, kegiatan Kampus Merdeka dalam proyek kemanusiaan dan program relawan yang melibatkan puluhan ribu mahasiswa kesehatan dalam penanganan covid-19. “Kebijakan Kampus Merdeka untuk mahasiswa bidang kesehatan saat ini lebih fleksibel, mengacu kondisi pandemi,” ujarnya.
Ditambahkan, pendidikan tinggi juga bisa berperan memberi rekomendasi dari hasil kajian atau penelitian dalam penanganan stunting. Upaya penurunan stunting di tingkat wilayah dapat dilakukan lewat edukasi dan promosi dengan pendekatan keluarga.
Pernyataan senada dikemukakan Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi. Dilibatkan perguruan tinggi menjadi penting untuk meyakinkan para pemimpin daerah bahwa stunting tak hanya urusan kesehatan.
“Mahasiswa dapat membantu edukasi ke masyarakat tentang masalah gizi. Selain mendata jumlah kasus di wilayah kerjanya masing-masing. Sehingga diperoleh data menyeluruh terkait kasus gizi di masyarakat,” tutur Kartini.
Talkshow diakhiri dengan peluncuran aplikasi bernama “Cek Status Gizi Online’ yang dapat menilai status gizi seseorang secara secara online. Aplikasi yang dapat diunduh di app store itu diharapkan dapat membantu mengurangi permasalahan gizi di Indonesia. (Tri Wahyuni)