
JAKARTA (Suara Karya): Sejarah mencatat, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge menerbitkan sebuah surat perintah pengasingan Soekarno ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 28 Desember 1933.
Pengasingan ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Kolonial untuk menghambat gerakan politik Soekarno yang dinilai membahayakan.
Namun, pengasingan selama kurang lebih 4 tahun di Ende justru memberikan satu hikmah di mana Soekarno mendapatkan inspirasi mengenai gagasan Pancasila ketika dia sedang merenung di tepi pantai Ende dan melihat daun pohon Sukun.
Kelak, tempat renungan Soekarno tersebut akan menjadi Monumen Renungan Soekarno yang saat ini masih gagah berdiri. Karena kisah ini pula, Ende dikenal sebagai Kota Pancasila.
Berdekade-dekade kemudian, tepatnya ketika tahun 2020, Ende juga mengalami dampak yang signifikan akibat pandemi covid-19. Sebagai salah satu kabupaten yang memiliki sektor pariwisata yang kuat, Ende juga berjuang menghadapi pandemi meskipun berbagai sektor lainnya juga terdampak, termasuk sektor pendidikan.
Sebagai wilayah yang jauh dari pusat kota, sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi alternatif yang dilakukan sekolah untuk tetap melaksanakan pembelajaran di masa pandemi.
Namun, tidak meratanya ketersediaan perangkat menjadi tantangan yang berpotensi menimbulkan learning loss. Hal itu juga dirasakan pada proses pembelajaran di SD Inpress Onekore 5.
Program Kampus Mengajar kemudian hadir sebagai solusi yang ditawarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) untuk menjadi akselerator dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik yang sempat terkendala sebagai akibat dari learning loss.
Program itu memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar di luar kelas perkuliahan dan mengasah kompetensinya dengan menjadi mitra bagi para guru di sekolah sasaran di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Ende.
Kehadiran mahasiswa program Kampus Mengajar angkatan 4 di SDI Onekore 5 kemudian berdampak sangat signifikan, khususnya ketika berkolaborasi dengan guru dalam merancang strategi pembelajaran yang inovatif, efektif, dan menyenangkan. Sebanyak enam orang ditugaskan di sekolah tersebut sejak Agustus lalu.
Sejak awal masa penugasan, pihak sekolah sudah menerima dengan hangat kedatangan para mahasiswa untuk memberi asistensi selama proses pembelajaran. Para peserta didik juga merasa senang dengan hadirnya mahasiswa karena mampu membangun suasana pembelajaran baru yang lebih menyenangkan.

“Anak-anak tentunya sangat senang dengan kedatangan kakak-kakak mahasiswa Kampus Mengajar. Mahasiswa datang membawa berbagai opsi metode pembelajaran menyenangkan yang ditawarkan kepada kami. Kami selaku guru juga merasa terbantu,” cerita Christiana Benedict Tanalu, guru SDI Onekore 5 yang juga berperan sebagai guru pamong bagi para mahasiswa Kampus Mengajar.
Selaras dengan cerita tersebut, Mako Bibiana, Kepala Sekolah SDI Onekore 5 juga mengapresiasi kehadiran dan dampak positif yang dibawa oleh peserta program Kampus Mengajar, terutama pada aspek peningkatan literasi dan numerasi peserta didik di sekolahnya.
“Dampak paling utama, tentunya anak-anak jadi bisa membaca, menulis, menghitung dengan baik, dan juga bisa menggunakan berbagai alat IT. Kami juga merasa senang karena kehadiran mahasiswa bisa mendampingi kami dalam pelaksanaan Asesmen Nasional,” ujarnya.
Selain berdampak bagi para peserta didik di sekolah sasaran, program Kampus Mengajar juga memiliki fokus untuk meningkatkan kompetensi para pesertanya yang berasal dari kalangan mahasiswa.
Kompetensi yang diasah melalui program Kampus Mengajar meliputi kemampuan komunikasi interpersonal, kerjasama tim, cara berpikir kreatif dan analitis, kepemimpinan, serta empati sosial.
Pentingnya program Kampus Mengajar sebagai inkubator bagi mahasiswa untuk mengasah kompetensinya juga disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Nizam.
“Program Kampus Mengajar diharapkan mampu berdampak pada para mahasiswa, dampak positif tentunya, yaitu dengan pengalaman baru, belajar bersama para guru serta mengenalkan pada dunia profesi yang akan adik-adik sekalian masuki dengan soft skills dan hard skills yang terbukti langsung dipraktekkan langsung di lapangan,” tutur Nizam.
Pada saat bersamaan, dampak tersebut juga memang dirasakan oleh para mahasiswa. Walburga Oriani Tanur misalnya, mahasiswa yang bertugas di SDI Onekore 5 merasakan kemampuan bekerja dalam satu tim dan komunikasinya meningkat sejak bertugas di program Kampus Mengajar.
“Saya merasakan adanya peningkatan dalam cara berpikir saya, khususnya dalam menemukan solusi kreatif dalam menghadapi suatu permasalahan,” ujar Gregorius Marteiro Teku, salah satu mahasiswa Kampus Mengajar yang juga bertugas di SDI Onekore 5.
Berbagai dampak baik di atas tentu menjadi catatan positif bagi pelaksanaan program Kampus Mengajar. Harapannya, program ini bisa menjadi permulaan dari mata rantai kebaikan dan pelita yang membawa cahaya bagi bagi kemajuan pendidikan Indonesia. (***)