JAKARTA (Suara Karya): Kongres Bahasa Indonesia (KBI) ke-11 menghasilkan 22 rekomendasi yang harus dilaksanakan para pibak agar bahasa Indonesia tetap berjaya di Tanah Air. Apalagi saat ini bahasa asing mulai mendominasi ruang-ruang publik di Indonesia.
“Ke-22 rekomendasi KBI ke-11 ini harus dilaksanakan pemangku kepentingan agar bahasa Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” kata Ketua Tim Perumus KBI ke11, Djoko Saryono dalam acara penutupan KBI di Jakarta, Selasa (30/10/2018) malam.
Penutupan dilakukan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Dadang Sunendar.
Kepala Badan Bahasa Dadang Sunendar mengatakan, pihaknya tidak anti atas penggunaan bahasa asing di Indonesia. Namun, gunakan bahasa asing sesuai dengan porsinya.
“Saya sering lihat petunjuk jalan di malla atau hotel dibuat dalam bahasa asing dalam ukuran huruf yang lebih besar, dibanding bahasa Indonesia. Harusnya dibuat sebaliknya, huruf dalam bahasa Indonesia lebih besar dibanding bahasa asingnya,” ujar Dadang.
Karena, lanjut Dadang, hampir semua negara menerapkan hal seperti itu. Yang mana bahasa asli mereka dibuat lebih besar dibanding bahasa asingnya. Dengan demikian, orang asing mengetahui dan belajar tentang bahasa Indonesia.
“Saya tak anti bahasa asing. Bahkan semua orang harus bisa berbahasa asing. Tetapi, mendahulukan penggunaan bahasa asing dari bahasa Indonesia di ruang-ruang publik itu sama sekali tidak menghormati keberadaan bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa negara,” ucapnya menegaskan.
Karena itu, Dadang berharap pemerintah daerah mau membantu pihaknya dalam melakukan penertiban bahasa asing di ruang publik. Misalkan, tidak memberi izin pada dunia usaha yang memasang iklan dalam bahasa asing. Meminta pada dunia usaha untuk mengubah bentuk tulisan bahasa Indonesia lebih besar dari bahasa asingnya.
“Kami tidak punya kewenangan dalam melakukan penertiban masalah penggunaan bahasa asing ini. Pemerintah daerah yang bisa, karena mereka memiliki kewenangan dalam mengatur wilayahnya masing-masing,” katanya.
Rekomendasi utama lainnya, Djoko Saryono menyebutkan, antara lain internasionalisasi Bahasa Indonesia. Dalam amanat Undang-Undang dikatakan pemerintah perlu meningkatkan sinergi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk pengembangan diplomasi kebahasaan.
“Soal internasionalisasi bahasa Indonesia sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 perlu diingatkan kembali dalam kongres bahasa kali ini. Apalagi ada target internasional bahasa Indonesia bisa diraih pada 2045. Langkah apa yang akan ditempuh pemerintah terkait target itu,” ujar Djoko.
Rekomendasi juga membahas perlunya penguatan pembelajaran sastra di sekolah. Hal itu untuk meningkatkan pendidikan karakter dan literasi dengan memanfaatkan berbagai perangkat digital dan teknologi informasi.
“Kemendikbud diharapkan menetapkan jumlah karya sastra yang wajib dibaca siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jadi, siswa tak membaca ringkasannya saja, tetapi bacaan itu berbentuk buku terjemahan,” ucap Djoko.
Selain itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga mengintensifkan dokumentasi bahasa dan sastra daerah secara digital. Hal itu sebagai bagian pengembangan dan perlindungan bahasa dan sastra Indonesia.
Ditambahkan, pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus meningkatkan kebanggaan berbahasa Indonesia dalam berbagai ranah kehidupan. Hal itu seiring dengan peningkatan penguasaan bahasa daerah dan bahasa asing. (Tri Wahyuni)