Kebiasaan Gosok Gigi Menurun Selama Pandemi Covid-19

0

JAKARTA (Suara Karya): Pandemi corona virus disease (covid-19) telah mengubah kebiasaan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Jika sebelumnya gosok gigi biasa dilakukan 2 kali sehari, di masa pandemi jumlahnya menurun menjadi 1 kali sehari.

“Bahkan 2 dari 5 orang yang disurvey mengaku tidak gosok gigi seharian selama tinggal di rumah saja,” kata Head of Sustainable Living Beauty and Personal Care and Home Care, Unilever Indonesia Foundation, Ratu Mirah Afifah dalam workshop virtual memperingati Hari Kesehatan Oral Sedunia, Kamis (18/3/2021).

Ratu menjelaskan, penelitian terkini tentang dampak pandemi terhadap kebiasaan menjaga kesehatan gigi dan mulut masih terbatas. Khusus di Indonesia, survey dilakukan kepada 1.000 responden usia 18 tahun ke atas.

Hasil survey menunjukkan ada perubahan pada sikap dan perilaku di masa pandemi. Tujuh dari 10 orang mengaku lebih fokus pada kesehatan dan kesejahteraan menyeluruh selama pandemi.

“Hal itu terlihat pada peningkatan kebiasaan seperti mengkonsumsi makanan sehat, berolahraga, mengurangi merokok dan minuman beralkohol,” ujarnya.

Kondisi itu berbanding terbalik dengan kebiasaan merawat kesehatan gigi. Jika sebelumnya gosok gigi dilakukan 2 kali sehari, kebiasaan itu menurun menjadi 1 kali sehari. Bahkan, 2 dari 5 orang dewasa yang disurvey mengaku tidak menyikat gigi seharian.

“Dan 7 dari 10 orang responden menghindari pergi ke dokter gigi,” ujarnya.

Ratu menyayangkan hal itu. Karena kebiasaan buruk yang dilakukan orang dewasa akan mudah ditiru oleh anak-anak. Bila ada orangtua tidak menyikat gigi 2 kali sehari, maka anak-anak berpeluang 7 kali lebih memungkinkan untuk tidak menyikat gigi.

Sejak pandemi covid-19 orang malah 2 kali lebih sering mencuci tangan (64 persen) dibanding menyikat gigi (31 persen). Di samping itu, orang menjadi 2 kali lebih sering menggunakan hand sanitizer (52 persen) dibanding obat kumur (20 persen).

“Kebiasaan menjaga kesehatan, ternyata tidak tercermin pada kebiasaan menyikat gigi. Sebagian besar orang mengaku telah mengabaikan kebiasaan menyikat giginya,” ucap Ratu.

Jika 9 persen orangtua tidak menyikat gigi kali sehari, lanjut Ratu, maka 11 persen anak tidak menyikat gigi 2 kali sehari.

Disebutkan, 5 masalah gigi dan mulut yang sering dialami selama pandemi antara lain mulut kering, bau mulut, gusi dan gigi berdarah saat menyikat gigi dan nyeri pada gusi atau mulut saat menggunakan benang gigi, serta ada lubang pada gigi yang baru terbentuk.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi mengatakan, pelayanan kesehatan gigi di tengah pandemi covid-19 harus beradaptasi pada protokol kesehatan. Di Indonesia dokter gigi ada 35.188 orang, dokter gigi spesialis 4.540 orang dan terapis gigi dan mulut 19.600 orang.

“Artinya 1 dokter melayani 7.500 orang. Rasio SDM dokter gigi itu mencukupi, tetapi masih ada persoalan distribusi, mengingat Indonesia memiliki beribu pulau dengan disparitas daerah yang tidak sama,” tuturnya.

Dengan jumlah dokter sebesar itu, lanjut Oscar, pelayanan kesehatan gigi dengan menerapkan adaptasi kebiasaan baru harus terlaksana .

“Perlu dilakukan penyesuaian dalam pelayanan sehari-hari, khususnya kesehatan gigi dan mulut guna mengantisipasi penularan COVID-19,” katanya.

Ditambahkan, dokter gigi harus mampu memproteksi diri sendiri dari ancaman penularan covid-19. Sehingga dokter gigi dapat memberi pelayanan prima kepada masyarakat serta menjadi pelaku utama dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan.

Disebutkan, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 memperlihatkan prevalensi gigi berlubang pada anak usia dini masih sangat tinggi yaitu 93 persen. Artinya hanya 7 persen anak Indonesia bebas dari karies gigi.

Federation Dental International (FDI) dan WHO menargetkan usia 5 hingga 6 tahun setidaknya 50 persen harus bebas dari karies gigi di setiap negara. Banyak kebijakan pemerintah yang dilakukan untuk mencapai target tersebut seperti program internship, Nusantara Sehat dimana penempatan tenaga kesehatan berbasis kepada tim yang disebar ke seluruh Indonesia, termasuk tenaga kesehatan gigi maupun tenaga kesehatan lainnya. (Tri Wahyuni)