
JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pengawasan anggaran pendidikan. Diharapkan penggunaan anggaran menjadi lebih tepat sasaran, tak tumpang tindih dan bebas dari praktik curang.
“Kami akan memanfaatkan aplikasi yang dikembangkan di KPK. Dengan demikian sistem pengawasan semakin harmonis dan terpadu,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy di Gedung KPK Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Ketua KPK, Agus Rahardjo menjelaskan, nantinya masing-masing pihak membentuk tim teknis dalam sistem monitoring berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau e-monitoring yang melibatkan publik.
“Anggaran pendidikan itu cukup besar. Kalau ada penyimpangan, jika dilihat dari angka sebenarnya kecil, tetapi hal itu terjadi di wilayah yang sangat luas. Kalau dikumpulkan angkanya jadi besar juga,” ucapnya.
Agus berharap kerja sama Kemdikbud dengan KPK akan memberi dampak yang lebih baik terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Karena anggaran pendidikan yang ada dapat dioptimalkan penggunaannya, terutama di daerah yang selama ini minim sarana dan prasarana pendidikannya.
Sesuai amanat konstitusi, Pemerintah mengalokasikan anggaran minimal 20 persen untuk fungsi pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap tahun, anggaran pendidikan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2018, total anggaran pendidikan sebesar Rp444,1 triliun, lalu naik jadi Rp492,5 triliun pada 2019.
Sebagian besar anggaran pendidikan tersebut ditransfer ke daerah melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) baik berbentuk fisik maupun nonfisik untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).
Dalam Nota Keuangan dan APBN tahun 2019 disebutkan, sebanyak 62,6 persen atau Rp308,4 triliun anggaran fungsi pendidikan disalurkan ke daerah. Untuk DAK fisik alokasi anggaran diberikan sebesar Rp16,9 triliun, dan DAK nonfisik sebesar Rp117,7 triliun.
“Lewat kerja sama ini nantinya diharapkan lebih terkontrol, terutama pada penggunaan dana di daerah-daerah. Karena dampak desentralisasi, “tangan” Kemdikbud kini tak bisa lagi menjangkau daerah,” ujarnya.
Ditambahkan, KPK akan menyiapkan fasilitasi agar tercipta harmonisasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah kabupaten/kota serta provinsi. “Semoga proses harmonisasi ini dapat berjalan baik. Dengan demikian, penggunaan anggaran pendidikan jadi lebih efektif dan efisien,” kata Agus menandaskan.
Hal penting lainnya dari kerja sama itu, lanjut Mendikbud Muhadjir, adalah pembuatan modul pendidikan antikorupsi yang akan diajarkan di sekolah sejak dini. Diharapkan tumbuh budaya antikorupsi di kalangan peserta didik.
“Bentuknya bukan mata pelajaran sendiri, tetapi disisipkan dalam program penguatan pendidikan karakter (PPK). Jika diperlukan guru juga dapat ikut simulasi dalam bentuk permainan menarik,” katanya.
Selain pendidikan antikorupsi, Agus menambahkan, Kemdikbud juga harus memberi perhatian pada tata kelola manajemen keuangan di sekolah yang menerapkan prinsip kejujuran dan integritas. Jadi semua pihak ikut terlibat dalam menumbuhkan budaya antikorupsi di sekolah. (Tri Wahyuni)