
JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyiapkan lima peraturan menteri (permen) sebagai payung hukum untuk penerapan kebijakan Kampus Merdeka. Regulasi ini sangat karena karakteristik setiap kampus berbeda-beda.
Hal itu dikemukakan Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Kemdikbud, Nizam dalam acara sosialisasi kebijakan Kampus Merdeka di Jakarta, Kamis (6/2/20).
Acara sosialisasi itu dihadiri pimpinan PTN, pimpinan PTS, Kepala dan Sekretaris Lembaga Layanan (LL) Dikti dan pakar pendidikan tinggi dari World Bank, Jamil Salmi yang membagikan praktik terbaik (best practice) tentang pengelolaan pendidikan tinggi di sejumlah negara maju.
Nizam menyebutkan lima peraturan mendikbud (permendikbud) yang akan digunakan sebagai landasan kebijakan Kampus Merdeka. Mereka adalah Permendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permendikbud No 4 Tahun 2020 tentang Perubahan PTN menjadi PT Badan Hukum, Permendikbud No 5 tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.
Selain itu, ada Permendikbud No 6 tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tingggi Negeri dan Permendikbud No 7 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
Ditambahkan, 4 kebijakan penting dalam Kampus Merdeka adalah Pembukaan Program Studi Baru, Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Badan Hukum dan Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi. Empat kebijakan baru itu memiliki payung hukum masing-masing.
“Kebijakan Pembukaan Program Studi Baru diatur dalam Permendikbud No 5 dan 7, Kebijakan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi diatur dalam Permendikbud No5, Perguruan Tinggi Badan Hukum pada Permendikbud No 4 dan 6 serta Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi dalam Permendikbud no 3,” katanya.
Nizam mengatakan, kebijakan Kampus Merdeka bersifat tidak memaksa. Mengingat, jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.500 kampus dengan karakteristik dan tingkat kesiapan yang berbeda-beda.
“Kebijakan Kampus Merdeka bersifat tak memaksa, karena kami ingin kebijakan itu memberi manfaat, tak sekadar menjadi formalitas,” ucapnya.
Ditambahkan, Ditjen Pendidikan Tinggi akan menyiapkan rambu-rambu dan petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan Kampus Merdeka. Dengan demikian, setiap kampus dapat mempelajari dan menyesuaikannya dengan masing-masing.
“Inovasi dan kreativitas pengelola perguruan tinggi menjadi penting. Pertukaran mahasiswa yang biasanya dilakukan dengan kampus luar negeri, saat ini didorong juga antar perguruan tinggi dalam negeri. Hal itu diharapkan dapat menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan mahasiswa,” katanya.
Nizam mengungkapkan, implementasi kebijakan Kampus Merdeka membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari civitas akademika, kementerian lain hingga dunia industri. Kerja sama yang sudah terjalin dengan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi melalui program Kampus Merdeka untuk Desa.
“Mahasiswa yang melakukan pengabdian kepada masyarakat atau mengajar di daerah terpencil akan dihitung ke dalam SKS perkuliahan. Mahasiswa diminta berpartisipasi dalam membangun desa dan mengawal penerapan Dana Desa.
Kerja sama dengan dunia industri, lanjut Nizam, akan ditingkatkan agar “link and match” antara perguruan tinggi dengan dunia industri semakin baik. Lewat kebijakan baru itu, mahasiswa memiliki kesempatan magang di industri dengan jangka waktu lebih lama, maksimal tiga semester.
“Kebijakan ini saling menguntungkan antara perguruan tinggi dan dunia industri. Perlindungan terhadap mahasiswa magang juga menjadi perhatian Kemdikbud, agar mahasiswa mendapat hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya.
Durasi magang dibuat lebih lama, kata Nizam, supaya mahasiswa mendapat kompetensi lebih baik di perusahaan. Dunia industri juga dapat manfaat lebih, karena mahasiswa magang punya waktu cukup untuk memahami suatu pekerjaan.
“Mahasiswa magang dengan kompetensi baik, tentu akan menjadi kandidat pertama ketika perusahaan itu merekrutmen pegawai. Dosen pendamping magang juga dapat memperbaharui bahan ajar sesuai perkembangan dunia industri dan masyarakat,” tutur Nizam. (Tri Wahyuni)