JAKARTA (Suara Karya): Pembangunan fisik sekolah tak lagi jadi urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Tugas itu dialihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (K-PUPR).
“Pengalihan tugas itu dilakukan mulai 2019. Kemdikbud nantinya fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pendidikan,” kata Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi di Jakarta, Senin (27/8).
Didik menjelaskan, Kemen-PUPR akan dapat tambahan dana pembangunan fisik sekolah sebesar Rp6,6 triliun. Angka itu setara dengan 1,3 persen dari 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN tahun 2019.
“Pengalihan kewenangan ini dilakukan agar semua sekolah yang dibangun memiliki standar yang sama di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Menurut Didik, Kemen-PUPR hanya bertugas membangun fisik sekolah. Data atas sekolah yang akan dibangun atau direhabilitasi setiap tahunnya berasal dari Kemdikbud. “Data sekolah tetap dari kami, tapi soal pembangunan sekolah oleh Kemen-PUPR,” ucapnya.
Kendati demikian, lanjut Didik, Kemdikbud tahun depan masih menerima anggaran pembangunan fisik sebesar Rp1,5 triliun. Tetapi dana itu terbatas untuk pembangunan sekolah baru dan revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK).
“Secara bertahap kedua pembangunan fisik akan diserahkan ke KemenPUPR,” tuturnya.
Dipaparkan, anggaran untuk fungsi pendidikan di APBN meningkat dari Rp444,1 triliun pada 2018 menjadi Rp487 triliun pada 2019. Salah satu kenaikan terbesar adalah elemen transfer daerah bidang pendidikan yang meningkat dari Rp279 triliun pada tahun ini menjadi Rp309,9 triliun di 2019.
“Sisanya Rp51,9 triliun untuk Kementerian Agama, Rp40,2 triliun untuk Kementerian Ristekdikti, Rp35,98 triliun untuk Kemdikbud, dan Rp23,3 triliun untuk anggaran pendidikan di kementerian lainnya,” ujarnya.
Didik berharap kenaikan dana transfer daerah pada 2019 tidak mengurangi anggaran fungsi pendidikan daerah yang murni dari APBD. Karena ada beberapa hambatan pengelolaan anggaran di daerah yang membuat dana pendidikan dari APBD tidak mencapai 20 persen.
Disebutkan, salah satunya adalah faktor pejabat yang kurang kompeten juga munculnya masalah pergantian personel di daerah.
“Jika ada pergantian pejabat maka harus diberitahukan ulang. Tapi, pusat kan tidak tahu kapan pejabat dinas pendidikan di daerah diganti. Hal itu jadi salah satu hambatan birokrasi,” katanya.
Disebutkan, anggaran Kemendikbud pada 2019 akan digunakan untuk program-program prioritas, antara lain Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar Rp9,7 triliun, revitalisasi dan unit sekolah baru Rp 1,5 triliun, penguatan karakter di jenjang pendidikan anak usia dini dan pendidikan nasyarakat, dan tunjangan profesi guru non-PNS sebesar Rp5,6 triliun.
Terkait dengan pemanfaatan anggaran pendidikan, Didik menyatakan, pemerintah telah menyusun panduan pemakaian anggaran yang dibuat bersama oleh tiga kementerian. Pertama, panduan tentang transfer daerah oleh Kementerian Keuangan.
Kedua, lanjut Didik, panduan tentang pengelolaan anggaran oleh Kementerian Dalam Negeri. Panduan pemanfaatan anggaran dilakukan oleh Kemendikbud. “Semua ada juknisnya. Sehingga daerah tak kesulitan dalam penerapannya,” ujar Didik menandaskan. (Tri Wahyuni)