Suara Karya

Kemdikbudristek akan Evaluasi Status WBTb, Jika Terabaikan Bakal Dicabut!

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) akan mencabut status Warisan Budaya Takbenda (WBTb), jika tidak ada upaya pelestariannya.

“Apalagi jika atribut kuncinya sudah tidak ada. Hal itu semakin mempercepat proses pencabutan statusnya,” kata Direktur Pelindungan Kebudayaan, Kemdikbudristek, Judi Wahjudin disela acara Apresiasi Warisan Budaya Indonesia 2023 di halaman Museum Fatahillah, Jakarta, Rabu (25/10/23).

Hal serupa juga berlaku untuk status Cagar Budaya peringkat Nasional (CBN). “Kami ingin pemberian sertifikat WBTb dan CBN tidak berhenti sampai di sini. Harus ada upaya pelestariannya. Jika tidak aksi, maka jadi arsip saja. Sayang sekali,” ujarnya.

Padahal, lanjut Judi, penetapan WBTb itu hanya sebagian kecil dari pelindungan. Setelah itu, perlu ada pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. “Kami harap pemerintah daerah memahami proses ini. Sehingga bisa segera membuat rencana aksinya,” ucapnya.

Guna mendorong hal itu, Judi menambahkan, Kemdikbudristek memiliki program pendampingan kepada penerima sertifikat WBTb dan CBN. Jika dalam 3 tahun tidak ada perkembangan, maka status WBTb dipertimbangkan untuk evaluasi.

“Proses evaluasi akan dilakukan mulai 2024. Semoga pemerintah daerah mulai dari sekarang melakukan aksi pelestarian agar tidak masuk dalam daftar evaluasi,” ujarnya.

Aksi pelestarian itu bisa dilakukan lewat kegiatan nyata seperti festival, seminar, sarasehan, workshop atau masuk ke kurikulum pendidikan yang membangkitkan semangat pelestarian kepada peserta didik dan masyarakat.

Ditanya soal atribut kunci, Judi menyebut antara lain keberadaan maestro apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia. Selain itu, apakah telah terjadi transfer ilmu sehingga ada generasi penerusnya.

“Jika atribut kunci ini sudah tidak ada, maka kami evaluasi apakah status perlu dicabut atau ada upaya lain,” ujarnya.

Judi menyebut, tahun ini Ditjen Kebudayaan telah menetapkan 213 WBTb baru dan 19 Cagar Budaya Peringkat Nasional (CBN). Dengan demikian, tercatat ada 1.941 WBTb dan 200 CBN yang tersebar di seluruh Indonesia.

Ditanya soal rencana pengajuan WBTb dan CBN ke Unesco, Judi mengatakan, pada Desember 2023 adalah jamu. Pada 2024, kebaya bersamaan dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam.

“Penetapan di Unesco itu bukan untuk klaim bahwa budaya ini milik negara ini. Tetapi pengakuan bahwa budaya ini ada di negara ini,” ujarnya.

Alasannya, budaya itu tidak bisa disekat-sekat oleh negara dan administrasi. Karena, hal itu merupakan komitmen bersama pelestariannya.

“Kolintang, misalkan. Musik tersebut juga diajukan satu negara dari Afrika. Unesco tampaknya membuka peluang seperti itu. Asalkan, bisa menjelaskan material yang digunakan, sejarah dan filosofinya melalui riset yang lengkap,” kata Judi menandaskan.

Terkait sertifikat WBTb, Judi menyebut peraih sertifikat terbanyak oleh Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 25 WBTb, Jawa Barat (13), Riau (2) Jawa Timur (12), Sumatera Utara (1), Nusa Tenggara Barat (3), Kalimantan Barat (8), Gorontalo (5), Banten (2), dan Kepulauan Bangka Belitung (4).

Selanjutnya Provinsi DKI Jakarta (2), Jawa Tengah (16), Kalimantan Selatan (2), Nusa Tenggara Timur (2), Sulawesi Tengah (4), Kepulauan Riau (5), Kalimantan Tengah (1), dan Nangroe Aceh Darusalam (11).

Kemudian, Provinsi Sulawesi Utara (1), Kalimantan Utara (1), Sulawesi Selatan (3), Sulawesi Tenggara (1) Sumatera Barat (21), Sumatera Selatan (5), Lampung (8), Bali (19), Sulawesi Barat (3), Maluku Utara (22), Papua Barat (3), Bengkulu (1) dan Kalimantan Timur (7). (Tri Wahyuni)

Related posts