
JAKARTA (Suara Karya): Indonesia memiliki begitu banyak objek diduga cagar budaya, namun baru sedikit yang mendapat status dan tersertifikasi. Kendalanya, antara lain belum ditetapkannya Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) di pemerintah kabupaten/kota.
“Cagar budaya merupakan salah satu entitas budaya, yang tak hanya sebagai identitas tetapi juga ketahanan budaya dan diplomasi,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek, Hilmar Farid dalam seminar nasional ‘Sinergi Penetapan dan Pelestarian Cagar Budaya’ di Jakarta, Jumat (0/2/23).
Karena cagar budaya merupakan salah satu entitas budaya yang tidak hanya sebagai identitas namun ketahanan budaya dan diplomasi,”
Seminar itu diselenggarakan untuk menemukan cara dan strategi dalam mendukung penetapan dan pelestarian cagar budaya oleh pemerintah daerah (Pemda) dan pemangku kepentingan bidang kebudayaan.
Hilmar Farid menyebut, ada 100.633 objek diduga cagar budaya yang didaftarkan ke pemerintah kabupaten/kota untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.
Dari jumlah itu, sekitar 52 persen atau 52.724 objek telah diverifikasi oleh pemerintah kabupaten/ kota.
Tujuh persen dari objek cagar budaya yang telah diverifikasi, ada 3.910 objek sudah ditetapkan pemda kabupaten/kota menjadi cagar budaya. Dari jumlah itu, 196 diantaranya telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Kemdikbudristek
Dirjen Kebudayaan menjelaskan, sejak terbitnya Undang-Undang nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu masalah mendasar dalam penetapan cagar budaya adalah Pemda belum membentuk TACB untuk bekerja di wilayahnya.
Hal itu terjadi, lanjut Hilmar, karena keterbatasan anggaran pada Pemda untuk pembiayaan aktivitas TACB. Hingga saat ini, dari 548 pemerintah kabupaten/ kota, baru 207 kabupaten/ kota yang telah mempekerjakan TACB.
DI tingkat provinsi, sebanyak 31 pemerintah provinsi telah mempekerjakan TACB.
Ditambahkan, pelestarian cagar budaya dimulai dari penetapan oleh Bupati/Wali kota. Upaya itu butuh perhatian khusus dari Kementerian Dalam Negeri.
Dalam hal pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, pelestarian cagar budaya, dibutuhkan perhatian khusus dari Kementerian PUPR, Kemdikbudristek, dan pemangku kepentingan bidang kebudayaan.
Hilmar Farid berharap, melalui seminar dapat terjalin koordinasi yang baik antara pemilik objek yang diusulkan sebagai cagar budaya antara Pemda, Kemdikbudristek, dan kementerian lain yang terkait demi pelestarian cagar budaya.
“Kami harap dapat terjalin kesamaan persepsi dan kesatuan komitmen atas pelestarian cagar budaya yang menjadi tanggung jawab bersama,” tuturnya.
Pernyataan senada dikemukakan
Direktur Pelindungan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemdikbudristek, Judi Wahyudin. Katanya, cagar budaya selain untuk edukasi juga bisa dimanfaatkan untuk memperkuat kontribusi kebudayaan dalam rangka kesejahteraan masyarakat.
“Tak sedikit cagar budaya menjadi lokus dan inspirasi usaha kerakyatan berbasis kearifan budaya lokal,” tutur Judi.
Judi mengapresiasi kepada Pemda yang telah membentuk TACB dan mendukung pendanaan dengan menerbitkan surat keputusan dan melakukan sertifikasi.
“Dibentuknya TACB membuat penetapan dan pendaftaran cagar budaya meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) tahun 2021 sebesar 0,6 persen dari 3,31 menjadi 3,9 persen.
Untuk provinsi yang belum punya TACB, semoga bisa segera diwujudkan, termasuk pendanaan dan fasilitas kelengkapannya,” kata Judi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Riono Suprapto mendukung upaya Kemdikbudristek dalam upaya pelestarian cagar budaya.
Kebijakan penataan bangunan dan kawasan cagar budaya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Pelestarian Bangunan Gedung Cagar Budaya (BGCB) yang Dilestarikan.
“Untuk tata bangunan memang tugas kami, tapi upaya pelestarian, keamanan dan kenyamanan menjadi tanggung jawab bersama antara Kementerian PUPR, Kemdikbudristek dan Pemda,” tutur Riono.
Ditambahkan, Kementerian PUPR menerapkan 3 prinsip yaitu sedikit melakukan perubahan dan atau penambahan elemen baru, serta sedapat mungkin mempertahankan keaslian, penuh kehati-hatian dan bertanggung jawab.
“Jadi kami tetap mempertahankan bangunan sesuai keasliannya dengan penuh kehati-hatian dan tanggung jawab,” kata Riono menegaskan.
Kepada Pemda, Riono berpesan agar pemanfaatan dan pemeliharaan cagar budaya dapat dilakukan sebaik-baiknya. Karena dalam pembangunan cagar budaya dilakukan dengan kualitas bahan premium seperti arahan Presiden Joko Widodo. Sehingga tidak mudah rusak.
Pelaksana harian (Plh) Direktur Perencanaan Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Muhammad Valiandra menyampaikan dukungan dari APBD yang diberikan sesuai kebutuhan dan kewenangan daerah.
Pemda dapat menerapkan prinsip mengutamakan belanja pokok dibandingkan belanja penunjang. “Dari situ kita bisa petakan kewenangan di pemerintah pusat maupun Pemda, sehingga proses aliran dana bisa kita lakukan,” ucap Valiandra.
Seminar nasional diikuti perwakilan pemerintah daerah dari 38 provinsi yang membidangi kebudayaan, ahli cagar budaya, komunitas pelestari cagar budaya, media, dan 23 Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan di Indonesia. (Tri Wahyuni)