JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset.dan Teknologi (Kemdikbudristek) akan menggelar Muhibah Budaya Jalur Rempah yang sebelumnya tertunda karena pandemi covid-19.
“Kegiatan akan menggunakan Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci, kapal latih milik TNI Angkatan Laut. Kapal akan membawa pemuda-pemudi pilihan dari 34 provinsi. Tujuan adalah napak tilas Jalur Rempah Nusantara,” kata Dirjen Kebudayaan Kemdikbudristek, Hilmar Farid, di Jakarta, Selasa (19/4/22).
Muhibah Budaya Jalur Rempah yang berlangsung selama 1 bulan (1 Juni-2 Juli 2022) itu akan mengarungi samudra dengan menyusuri 6 titik Jalur Rempah, yaitu Surabaya, Makassar, Baubau-Buton, Ternate-Tidore, Banda dan Kupang.
Peserta akan disebar dalam 4 titik pergantian atau pertukaran peserta, yaitu Surabaya, Makassar, Ternate, dan Kupang. Jumlah peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah setiap koridor pelayaran ada 134 orang (126 laki-laki dan 8 perempuan), yang terdiri dari awak TNI AL KRI Dewaruci (80 orang), perwakilan provinsi (42 orang), pendamping/mentor (6 orang), dan media (6 orang).
Pelayaran ditandai dengan Festival Jalur Rempah yang mengangkat kekayaan alam dan budaya di masing-masing titik singgah yang dirajut dari elemen budaya berupa seni, kriya, kuliner, ramuan, wastra, dan kesejarahan.
Upacara penyambutan dan pelepasan KRI Dewaruci dimeriahkan oleh atraksi seni khas daerah, kunjungan ke situs cagar budaya, diskusi dan praktek budaya, pemutaran film, penanaman serempak pohon rempah, serta gala dinner bersama gubernur, walikota, dan stakeholder terkait.
Di titik Ternate-Tidore, gala dinner dihadiri Sultan Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Kegiatan itu merupakan upaya diplomasi budaya dan menguatkan posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Kita ingin melihat jalur rempah ‘dari geladak kapal kita sendiri’,” kata Hilmar Farid menegaskan.
Dijelaskan, jalur rempah sebenarnya terbentang tak hanya di Nusantara, tetapi juga sampai timur Afrika. Nusantara (khususnya di bagian timur) adalah hulu Jalur Rempah yang berperan dalam sejarah, bahkan jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa.
“Jalur Rempah menjadi penting untuk melengkapi agenda poros maritim dunia dari sisi kultural, yakni membangkitkan kesadaran maritim,” ujar Hilmar.
Hal senada dikemukakan Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Restu Gunawan. Katanya, Muhibah Budaya sekaligus disiapkan untuk Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia (World Heritage). Hal itu memperkuat diplomasi Indonesia dan
meneguhkan sebagai poros maritim dunia.
“Ketersambungan budaya dalam lintas daerah di Indonesia adalah esensi dari program Muhibah Budaya Jalur
Rempah ini. Keberagaman pendukung budaya dipersatukan melalui kehangatan rempah-rempah. Hal itu akan memperkuat ketahanan budaya dan diplomasi budaya, memaksimalkan pemanfaatan Cagar Budaya dan Warisan Budaya Takbenda.
“Gerakan ini diharapkan menjadi kebangkitan atas kekuatan kebaharian, mengubah paradigma lama, dan
membangun perspektif yang luas atas potensi alam dan budaya untuk masa depan Indonesia yang lebih baik,” kata Restu. (Tri Wahyuni)