Kemdikbudristek Kembali Jamin Tak Ada Konsekuensi bagi Peserta AN

0

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) menjamin tak ada konsekuensi bagi peserta asesmen nasional (AN). Karena itu, kepada siswa, guru maupun kepala sekolah diminta untuk tidak stres menghadapi AN.

“Saya jamin, hasil asesmen tidak kami gunakan untuk menilai individu siswa, guru maupun kepala sekolah. Jawaban individu adalah data yang dirahasiakan,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk), Anindito Aditomo, Selasa (27/7/21).

Dalam acara Bincang Pendidikan bertajuk ‘Persiapan Asesmen Nasional’, pria yang akrab dipanggil Nino itu menegaskan, asesmen nasional (AN) hanya akan menghasilkan skor kolektif di tingkat sekolah dan daerah. Karena, hasil akhir dari AN murni bertujuan untuk perbaikan mutu pembalajaran.

“Hasil pemetaan dari AN membantu sekolah, pemerintah daerah dan Kemdikbudristek untuk melakukan intervensi yang lebih terarah, karena berbasis data, sehingga lebih sesuai kebutuhan. Umpan balik dari AN dibutuhkan untuk mendorong transformasi pendidikan ke arah yang lebih baik,” ujarnya.

Nino menjelaskan, di tingkat pusat sudah hampir rampung mempersiapkan AN. Instrumen telah dikembangkan dengan pendekatan yang baku, namun terus disesuaikan merujuk pada data dan masukan dari para pihak.

Sebagai informasi, rencana pelaksanaan AN telah digadang-gadang sejak 2019 lalu. Bahkan AN masuk dalam Program Merdeka Belajar (MB) episode pertama yang diluncurkan oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

Disebutkan, AN mencakup 3 komponen besar, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi dan Numerasi, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Sesuai rancangan program sejak awal, pengembangan instrumen dilakukan dengan melibatkan pakar, peneliti dan praktisi. Selain juga data dan masukan dari para pihak, termasuk dari penerapan terbatas di Sekolah Penggerak.

“Survei Lingkungan Belajar masuk dalam AN, karena penting mengukur aspek-aspek dari sekolah sebagai lingkungan yang mendukung terjadinya pembelajaran. Hal itu mencakup aspek yang langsung berkaitan dengan pembelajaran seperti fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru dan kepemimpinan kepala sekolah,” katanya.

Survei Lingkungan Belajar juga mengukur aspek yang menjadi prakondisi bagi pembelajaran seperti iklim keamanan dan iklim kebinekaan sekolah. Karena hal itu mencerminkan penerimaan dan dukungan terhadap hak-hak semua warga sekolah, terlepas dari latar belakang gender, sosial-ekonomi, budaya, politik, agama maupun kondisi fisik.

“Rasa diterima dan didukung tanpa diskriminasi itu menjadi prakondisi bagi pembelajaran yang berkualitas,” ucapnya.

Terkait iklim keamanan sekolah, Nino menambahkan, kondisi itu juga menjadi prasyarat bagi terjadinya proses pembelajaran. Iklim keamanan sekolah mencakup indikator-indikator seperti kejadian perundungan, penggunaan narkoba dan kekerasan di sekolah.

“Di luar iklim sekolah, bagian terbesar dari Survei Lingkungan Belajar sebenarnya adalah berbagai aspek yang secara langsung terkait kualitas pembelajaran. Ini mencakup indikator-indikator fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan instruksional kepala sekolah,” katanya.

Nino kembali menegaskan, hasil dari ketiga komponen AN itu nantinya akan diberikan kepada sekolah dan pemerintah daerah sebagai bahan evaluasi diri dan perencanaan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. “Tidak ada konsekuensi diberikan terhadap peserta AN,” ucapnya. (Tri Wahyuni)