Kemdikbudristek Perkuat PKW, Kejar Target 4 Juta Wirausaha Baru

0

JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) akan memperkuat lagi Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW), yang dikelola bersama lembaga kursus.

“Indonesia butuh sekitar 4 juta wirausaha baru untuk menjadi negara yang kuat secara ekonomi,” kata Wikan dalam webinar bertajuk ‘Kiat Mewirausahakan LKP di Masa Pandemi Menuju Era 4.0’, pada Sabtu (31/7/21).

Wikan menyebut, jumlah wirausaha di Indonesia saat ini baru sekitar 3,47 persen dari total penduduk di Indonesia. Meski persentasenya melampaui standar internasional yaitu 2 persen, angka sebesar itu dinilai masih kurang.

Apalagi, kadar produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia hingga saat ini masih di bawah beberapa negara di Asia.
“Karena itu, kita harus perbaiki lagi program PKW yang sudah dikembangkan selama ini, agar tercipta lebih banyak wirausahawan baru yang memiliki karakter di Tanah Air,” ujarnya.

Disebutkan, Program PKW pada 2020 telah diselenggarakan pada 915 lembaga dengan jumlah peserta 16.676 orang. “Program PKW nantinya tak sekadar mengejar kuantitas, tetapi juga kualitasnya. Jadi, mereka sudah punya ide dan konsep wirausaha yang akan dikembangkan setelah lulus,” tutur Wikan.

Namun, diakui Wikan, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian untuk mengejar target tersebut. Dibutuhkan peran seluruh pemangku kepentingan lewat sinergi dan kolaborasi demi tercipta SDM Indonesia yang berkualitas.

“Program ini strategis, karena lahirnya wirausahawan-wirausahaan baru akan menciptakan banyak lapangan kerja. Jika rencana tersebut berjalan dengan baik, maka hal itu akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Wikan mengungkapkan, kunci dari kewirausahaan adalah soft skills dan karakter yang mencakup kreativitas dan inovasi untuk membuat perubahan dengan memanfaatkan teknologi digital. “Inilah skills yang harus dimiliki para peserta PKW di sepanjang hayatnya,” ucap Wikan.

Narasumber lain dalam webinar, anggota Komisi X DPR RI, Desy Ratnasari mengemukakan, institusi pendidikan seharusnya bersinergi dengan orangtua untuk pembentukan karakter wirausaha. Karena masih banyak paradigma berpikir orangtua bahwa anak-anaknya harus bekerja di perusahaan setelah lulus perguruan tinggi.

“Paradigma orangtua seperti itu harus diubah dulu, agar lebih banyak anak muda di Indonesia berwirausaha karena dorongan dari orangtua,” ucap mantan penyanyi pop tersebut.

Karena itu, lanjut Desy, pendidikan karakter wirausaha bisa dimulai dari keluarga. “Revolusi mental harus diawali dari keluarga. Tak hanya kebijakan dari hilir, tetapi juga dari hulunya karena peran keluarga sama pentingnya,” kata Desy menegaskan.

Narasumber lain yang juga seorang motivator dan pendiri ESQ, Ary Ginanjar mengungkapkan, pendidikan vokasi saat ini sebagian besar mengajarkan kompetensi. Namun, kompetensi itu hanya berdampak sebesar 10-20 persen, sisanya adalah ‘agility’ dan ‘capacity’ yang ada dalam individu.

“Saya lihat peserta didik saat ini tidak diajarkan tentang ‘agility’ atau kemampuan untuk menahan tekanan dan ‘capacity’ atau keluasan hati. Jadi bukan urusan ‘skills’ saja,” ujarnya.

Ia menyebut 5 ‘agility’ yang harus dimiliki peserta didik saat ini. Pertama, ‘change agility’, kemampuan peserta didik dalam menghadapi perubahan termasuk tekanan di masa pandemi. Kedua, ‘mental agility’ yaitu mental peserta didik yang tahan banting. Ketiga, ‘people agility’ yaitu kemampuan bernegosiasi dengan orang lain dengan berbagai sudut cara pandang dan berbagai kultur.

Keempat adalah ‘learning agility’, di mana hari ini belajar A, tiba-tiba ilmu yang diajari tidak bisa dimanfaatkan dan harus mau belajar lagi. Kelima, ‘result agility’ yaitu kemampuan untuk memberi hasil pada kondisi apapun.

“Untuk menjadi pengusaha pun, bukan asal mau. Ada 7 aturan, yakni tetapkan tujuan dan jumlah, tetapkan yang bisa diberikan demi tujuan, tetapkan tanggal target, buat rencana, tulis semuanya, baca lagi dengan suara lantang, dan tutup dengan banyak berdoa.

Ary berharap, baik guru maupun dosen pendidikan vokasi mendapat ilmu coaching agar dapat mendidik dengan cara terbaik. “Guru harus berubah cara berpikir. Selain itu, orang tua juga harus dibekali ilmu coaching,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Kursus dan Pelatihan, Kemdikbudristek, Wartanto mengatakan program PKW saat ini telah bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UMK, perbankan serta ‘platform digital’. Termasuk bimbingan dari dinas pendidikan kabupaten/kota agar program lebih optimal.

“Karena peran industri dalam PKW sangat dibutuhkan dalam penyelarasan kurikulum, agar pembelajaran dapat tepat sasaran,” kata Wartanto. (Tri Wahyuni)