Kemenkop Kembangkan Pola Kemitraan di Agribisnis Jagung

0

JAKARTA (Suara Karya): Deputi Menteri Bidang Restrukturisasi Usaha Abdul Kadir Damanik mengatakan, dalam model atau sistem kemitraan agribisnis jagung yang akan dikembangkan, harus mempertimbangkan berbagai keunggulan dan kelemahan para pelaku yang terlibat.

“Maka, perlu diupayakan agar model kemitraan yang dikembangkan mencirikan rantai pasok yang relatif bersifat tertutup mulai dari pengadaan input produksi, pengolahan hasil sampai ke jalur pemasaran hasil akhir,” ujar Damanik, pada acara Workshop ‘Membangun Model Kemitraan Agribisnis Jagung’, di Jakarta, Senin (24/9).

Model kemitraan, menurut dia, juga harus memperjelas tugas dan tanggungjawab semua pelaku yang terlibat dalam sub-sistem bisnis kemitraan.

“Yang meliputi perusahaan penyedia input, petani pembudidaya, kelompok tani, koperasi primer, koperasi sekunder, mitra penampung hasil dan perusahaan pembiayaan,” kata Damanik.

Yang tidak boleh dilupakan dalam model kemitraan itu juga harus menambahkan sub-sistem non bisnis yang bertugas untuk membina, mengevaluasi dan mengawasi jalannya kemitraan usaha.

“Unsur-unsur yang pelu dilibatkan dalam sub-sistem non bisnis ini diantaranya, penyuluh, konsultan pendamping, dinas pembina UKM dan KPPU,” kata Damanik.

Damanik pun berharap agar model kemitraan agribisnis jagung ini bisa berhasil sesuai dengan amanat UU 20 Tahun 2008.

“Dasarnya, pengembangan sektor ini secara langsung akan berdampak pada peningkatan kemampuan bisnis dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani. Baik karena komersialisasi lahan yang relatif sempit maupun bantuan perkuatan dari mitra usaha. Khusus dalam pelaksanaan kemitraan di sektor pertanian, dukungan kebijakan diperkuat oleh Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944 Tahun 1997. Dengan demikian dukungan pemberdayaan dapat dimanfaatkan untuk memperkuat program ini,” katanya.

Menurut Damanik, jagung merupakan komoditi yang penting dalam mendukung perkembangan industri peternakan ayam, karena jagung merupakan bahan utama dalam komposisi pakan ternak (40-50)%.

“Usaha jual beli jagung antar pihak yang akan bermitra ini sudah berjalan selama ini,” aku Damanik.

Yang paling menggembirakan dan membuat Damanik lebih yakin akan keberhasilan program kemitraan ini adalah karena inisiatifnya tumbuh dari bawah. “Karena adanya kebutuhan nyata dari pelaku usaha,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Damanik, peran Pemda dalam mensukseskan program kemitraan di daerah sangat strategis dan penting. Hal ini selaras dengan amanat PP 17 tahun 2013 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan proyek percontohan kemitraan.

“Kewajiban tersebut tentu perlu dijabarkan dalam bentuk dukungan kebijakan, penyediaan data dan informasi yang diperlukan, koordinasi fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan juga pengendalian,” ujarnya.

Perlu Kemitraan

Damanik menambahkan, struktur industri Indonesia memiliki dua ciri yang kurang menguntungkan. Yaitu, kesenjangan yang lebar antar pelaku usaha serta, dan lemahnya keterkaitan usaha antar pelaku usaha.

“Kondisi seperti ini akan mengakibatkan daya saing industri dan perusahaan Indonesia rendah,” kata Damanik.

Maka, kata Damanik, melalui pengembangan kemitraan yang sehat yang melibatkan UMKM dan usaha besar, akan diperoleh banyak manfaat. Antara lain, pertama, memperbaiki struktur ekonomi nasional, sehingga mempersempit kesenjangan antar pelaku.

Kedua, meningkatkan daya saing industri karena para pelaku tumbuh saling terkait, memerlukan saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Ketiga, mempercepat pengembangan UKM karena adanya trasnfer pengetahuan, keahlian dan tidak mustahil termasuk sumberdaya produktif dari mitra berskala mengah dan besar kepada Usaha mikro dan kecil.

“Keempat, tergalinya potensi produktif yang ada di daerah, karena beberapa sektor dan kegitan ekonomi investasi berskala besar hanya diperbolehkan manakala dilakukan dalam bentuk kemitraan dengan usaha kecil,” ujarnya.

Meski begitu, Damanik mengingatkan, kemitraan yang melibatkan pelaku usaha dengan perbedaan skala dan kemampuan yang sangat berbeda tidak mudah untuk dikembangkan dan tidak jarang mengalami kegagalan.

“Penyebabnya ada dua. Yaitu, tidak dipahaminya dan tidak dihayatinya esensi makna kemitraan yang sesungguhnya, sehingga praktek kemitraan hanya terwujud dalam bentuk kontrak bisnis biasa tanpa muatan nilai-nilai yang memberdayakan. Sebab kegagalan lain karena kemitraan disalahgunakan untuk mencari manfaat jangka pendek,” ujarnya lebih lanjut.

Di mata Damanik, pelibatan Induk koperasi (Inkopsin) dalam model kemitraan agribisnis jagung yang akan dikembangkan untuk memungkinkan dicapainya keekonomian agribisnis jagung yang dilakukan oleh petani anggota koperasi promernya.

“Juga, sebagai cara untuk menyeimbangkan posisi tawarnya menghadapi mitra usaha menegah dan besar,” kata dia. (Gan)