Suara Karya

Kemenperin Klaim Catat Kinerja Positif di Bawah Kepemimpinan Airlangga

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. (suarakarya.co.id/Dok Biro Humas Kementerian Perindustrian)

JAKARTA (Suara Karya): Kinerja Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di bawah Airlangga Hartarto tercatat masih positif. Salah satu buktinya yaitu sektor manufaktur di Indonesia yang cenderung tumbuh positif di saat terjadi perlambatan di sejumlah negara. Baik Asia, Eropa, maupun Amerika.

Mengutip laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), sektor manufaktur global melambat akibat perang dagang Amerika Serikat dan China.
Pada kuartal I-2019, tingkat pertumbuhan manufaktur dari negara-negara industri hanya sekitar 0,4 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Pertumbuhan sektor industri yang negatif di beberapa negara Asia, antara lain adalah Taiwan -3,7 persen, Korea Selatan -1,7 persen, Jepang -1,1 persen, dan Singapura -0,3 persen. Namun, di antara negara Asia lainnya tersebut, pertumbuhan justru meningkat di Indonesia dan Vietnam yang masing-masing sebesar 5,1 persen dan 4,1 persen.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan, Indonesia sedang mengakselerasi industri manufaktur nasional dengan terus melakukan inovasi melalui pemanfaatan teknologi modern dan kegiatan litbang. Hal ini diyakini juga dapat memacu produktivitas.

Langkah lain yang dilakukan pemerintah yaitu menghapus regulasi-regulasi yang dinilai menghambat peningkatan daya saing industri di dalam negeri. Kemenperin sedang finalisasi penghapusan 18 regulasi dan penyederhanaan 6 regulasi.

“Saat ini perekonomian global sedang melambat, karena ada faktor-faktor internasional. Kondisi ini berimbas pada produksi sektor industri di sejumlah negara dunia,” ucapnya dikutip laman resmi Kemenperin.

Aturan-aturan yang akan dihapus dan direvisi tersebut terutama terkait dengan persediaan bahan baku. Juga menyiapkan beberapa insentif seperti fasilitas tax allowance dan taxholiday untuk mendorong pertumbuhan industri.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finanance (Indef), Ucok Pulungan menilai, Kemenperin perlu terus bekerja keras agar industri dalam negeri terus bisa menyediakan bahan baku dan tidak bergantung pada impor. Sektor manufaktur dalam negeri perlu terus didorong.

“Beberapa masalah yang belum terselesaikan misalnya ketergantungan terhadap bahan baku, bahan penolong dari impor, KEK yang belum berjalan maksimal, serta paket-paket kebijakan yang belum terasa bagi industri,” ujar Uchok.

Oleh karena itu, pada pemerintahan periode kedua, Kemenperin harus bekerja keras mendorong industri manufaktur, supaya dari sisi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan PDB bisa semakin besar. Stimulus fiskal dan nonfiskal sama-sama penting dilakukan pemerintah untuk terus mendorong industri manufaktur di Indonesia. Kuncinya, ada pada stimulus yang spesifik dan berorientasi pada ekspor.

Uchok mengingatkan, saat ini yang masih tumbuh membaik industri berbasis konsumen seperti makanan minuman, komunikasi dan otomotif. Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah juga mulai untuk fokus pada sektor industri yang berbasis bahan baku domestik.

“Seperti hilirisasi komoditas mentah, sehingga nilai tambahnya sermakin tinggi” ujar Uchok.

Ekonom CORE Piter Abdullah menambahkan, pertumbuhan industri manufaktur Indonesia memang masih positif dan relatif stabil di kisaran 5 persen karena industri manufaktur indonesia tidak sepenuhnya berorientasi ekspor dan pasarnya tidak banyak terganggu oleh dinamika global.

Namun, pemerintah terutama Kemenperin perlu terus berupaya melindungi industri dalam negeri terkait masuknya barang pesaing dari luar negeri, dan memastikan kepastian tersedianya barang-barang input untuk setiap industri.

Kemenperin mencatat, PDB dari sektor manufaktur Indonesia mencapai Rp 565 triliun pada kuartal II/2019, meningkat dibanding perolehan di kuartal I/2019 yang sebesar Rp555 triliun. Capaian kuartal kedua tersebut tertinggi, karena rata-rata PDB manufaktur Indonesia per kuartal adalah sekitar Rp 468 triliun dari periode 2010-2019. (Andara Yuni)

Related posts