
JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kelautan dan Perikanan berkomitmen mewujudkan pengelolaan perikanan di Indonesia demi tercapainya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan ekologi serta keberlanjutan sumber daya perikanan nasional, termasuk pengelolaan perikanan demersal, yang berfokus ke Kakap dan Kerapu.
Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono dalam webinar “Optimasi Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan yang Merujuk padaSistem Pengelolaan Terukur dan Kolaboratif, yang diselenggarakan pada selama dua hari, sebagaimana rilis yang diterima pada Jumat (27/8).
Dalam paparannya, Menteri KKP menegaskan bahwa perikanan yang terukur harus mampu mencerminkan tiga faktor.
“Ketiganya adalah angka produksi dan batasan penangkapan ikan yang menunjukan ketahanan ekosistem untuk mendukung ketahanan pangan, nilai produksi dan proyeksi yang menunjukan ketahanan ekonomi, serta nilai pendapatan dan kesejehteraan yang menunjukan ketahanan sosial masyarakat,” ujar Menteri KKP.
Sementara itu, Head of the TLFF Secretariat dan UNEP Senior Technical Adviser on Land-Use and Green Economy Johan Kieft mengatakan pihaknya mendukung pola perikanan yang terukur.
Pemerintah bersama dengan sektor swasta dan pelaku usaha perikanan harus memastikan praktik kegiatan perikanan tangkap yang berkelanjutan sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia saat ini dan masa mendatang.
“Untuk itu, Indonesia membutuhkan lebih banyak data dan dukungan sains untuk menunjang tata kelola tersebut. Perbaikan tata kelola ini berpotensi menarik investasi berkelanjutan ke industri perikanan,” ujarnya.
Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan (Komnaskajiskan), Prof Dr.Indrajaya, menambahkan, kunci utama kesuksesan pengelolaan perikanan berkelanjutan tergantung pada sejauh mana perikanan dikelola berdasarkan data ilmiah sehingga dapat menghasilkan estimasi kajian stok yang tepat dan akurat.
Dengan kata lain, kata Prof Indrajaya, Indonesia perlu penguatan dan integrase pendataan serta manajemen hasil.
“Adapun data utama yang diperlukan, antara lain, jumlah ikan yang ditangkap, upaya atau kapasitas penangkapan, kelimpahan spesies ikan atau kondisi stok, biota lain yang tertangkap bersama ikan, dan kecenderungan/trend. Keberadaan data yang solid ini yang dapat menjadi input untuk kebijakan dan pengelolaan terukur,” terangnya.
Turut hadir pula dalam diskusi virtual tersebut Senior Advisor for TLFF Sustainable Fisheries Programme, M Zulficar Moctar. Ia mengatakan, perlunya pengawasan pengelolaan berbasis data, penguatan regulasi dan perizinan, optimasi kajian stoksumber daya ikan.
“Berbagai instrument dan inisiatif yang sudah dikembangkan oleh KKP selama ini, seperti Kajian Stock Assessment, Harvest Strategy, implementasi E-logbook, Perizinan Online, Rencana Pengelolaan Perikanan, dan Sistem pendataan kapal (SILAT dan SIMKADA), dan sinergi pendataan antara berbagai pihak perlu diperkuat sehingga menjadi pilar penting pengelolaan terukur,” katanya.
Sesuaikan Karakteristik Wilayah
Sementara itu, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti mengingatkan bahwa kebijakan pengelolaan WPPNRI dan pemanfaatan sumber daya ikan harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah.
“Selain itu, ketersediaan data dan sumberdaya merupakan hal yang penting dalam mendukung pelaksanaan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Untuk itu, data perlu diperbaiki untuk menentukan effort sesuai dengan prinsip keberlanjutan,” katanya.
Senada dengan Sri Yanti, Direktur Eksekutif ADI, M Mukhlis Kamal, mengungkapkan bahwa perikanan kakap-kerapui dihadapkan pada implementasi dari pengelolaan perikanan berbasis WPPNRI dan menuju perikanan presisi yang ditentukan oleh keakuratan data yang berguna bagi pengelolaan.
Selain itu, tantangan alamiah kakap-kerapu antara lain pertumbuhan yang lambat, pembalikan perkembangan kelamin ikan, ketergantungan kepada habitat karang yang ancamannya tinggi, dan budaya konsumen.
Pada hari kedua webinar, Dirjen Perikanan Tangkap, Dr. Ir. M. Zaini, MSi, menyampaikan bahwa KKP berkonsentrasi mendorong model pengelolaan terukur mulai hulu hingga hilir. Saat ini pendataan masih belum rapi sehingga mempengaruhi efektifitas pengelolaan. Prinsip perikanan berkelanjutan, dimana ekologi, ekonomi dan social menjadi komitmen dan fokus.
“Penangkapan terukur diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi ekonomi maupun pengendalian ekologi lingkungan laut. Untuk menunjang ini, Harvest Strategy dan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) merupakan hal strategis dalam pengelolaan. Pengembangan pelabuhan akan menjadi hal penting. Akan dilakukan juga semua tata kelola perikanan di KKP,” ujar Zaini.
Ia menambahkan, estimasi potensi, alokasi pusat dan daerah, peluang pemanfaatan, alokasi usaha GT dan unit kapal, rencana pengembangan kapal perikanan dan pelabuhan, multiplier efek menjadi perhatian. Akan dilakukan pengawasan yang ketat termasuk penggunaan teknologi satelit dan peralatan lainnya. Kapal-kapal akan diwajibkan mendarat di WPP terkait dan hanya akan di satu WPP, sehingga bisa dipantau dan terukur dengan baik.
Sementara itu, Plt Kepala Badan Riset SDM KKP, Dr. Kusdiantoro menekankan pentingnya kolaborasi untuk penyediaan data dan informasi untuk para pemangku kepentingan, termasuk internal KKP. Ia mengataka, E-BRPL untuk pengumpulan data elektronik dapat mendukung pengkajian stok.
Selanjutnya, Director for Sustainable Fisheries Program, Dr. Peter Mous, Direktur, menekankan pentingnya melakukan pendataan bersama nelayan yang didukung oleh berbagai teknologi, termasuk citra satelit untuk fishing ground, komposisi penangkapan, dan kapal-kapal aktif. Pengukuran panjang dan berat ikan jugapenting dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran ikan dan kematangan. (Pramuji)