Kemkes Luncurkan Strategi PMBA Perkuat Program ASI

0
?

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kesehatan (Kemkes) meluncurkan strategi Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) untuk memperkuat program Air Susu Ibu (ASI). Karena bayi diatas usia 6 bulan, ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

“Pada bayi usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi 2/3 dari kecukupan gizi, masuk usia 9 bulan hanya setengah dan usia 1 tahun hanya 1/3 dari kebutuhan,” kata Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemkes, Kirana Pritasari dalam temu media terkait ‘Pekan Asi Sedunia 2019’ di Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Turut hadir dalam kesempatan itu Satgas ASI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Wiyarni Pambudi, SpA.

Kirana menyebutkan standar emas PMBA yang direkomendasikan Kemkes, yaitu Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif, makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan pemberian ASI hingga berusia 2 tahun atau lebih.

“Bayi diatas 6 bulan, selain ASI butuh makanan tambahan untuk memenuhi kecukupan gizinya,” ucapnya.

Kirana kembali menegaskan, ASI merupakan faktor penting untuk tumbuh kembang bayi. Masalahnya, ibu menyusui sering merasa ASI-nya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Minimnya ASI, umumnya disebabkan kurangnya dukungan dari orang terdekat.

“Masalah psikis dan emosi yang dihadapi membuat produksi ASI berkurang. Semakin gelisah ibu, produksi ASI-nya makin menurun,” tuturnya.

Ia mengutip rekomendasi global standard infant and young child feeding terkait pemberian MP-ASI. Disebutkan ada 4 hal, yaitu harus tepat waktu. MP-ASI mulai diberikan pada saat kebutuhan energi dan zat gizi lain melebihi yang didapat dari ASI. Hal kedua adalah adekuat. Artinya, MP-ASI harus mengandung cukup energi, protein dan zat gizi mikro.

“Hal ketiga adalah MP-ASI harus disimpan dan disiapkan dalam kondisi higienis sehingga akan dikonsumsi oleh bayi. Hal keempata adalah tepat dalam cara pemberian. MP-ASI diberikan sejalan dengan tanda lapar dan nafsu makan. Hak itu ditunjukan bayi serta frekuensi dan cara pemberiannya sesuai dengan usia bay,” katanya.

Keberhasilan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI, lanjut Kirana Pritasari, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Disebutkan, antara lain pengetahuan dan keterampilan ibu dan tenaga kesehatan, tersedianya fasilitas menyusui di tempat kerja, komitmen ibu, dukungan ayah, keluarga, masyarakat serta pengendalian pemasaran susu formula.

Hal senada dikemukakan Satgas ASI IDAI, Wiyarni Pambudi. Ia menyebut pola asuh gizi juga memainkan

Dirjen Kirana mengajak berbagai pihak untuk membantu upaya peningkatan praktik PMBA khususnya menyusui. Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Wiyarni Pambudi, SpA , IBCLC mengatakan upaya peningkatan praktik PMBA itu harus dilakukan melalui dukungan ayah.

“Dukungan ayah dengan mendengarkan keluh kesah istri selama persalinan, banyak sabar, mencari informasi tentang menyusui sehingga ketika ada masalah ayah bisa memberikan solusi,” katanya.

Selain itu, lanjut Wiryani, pemerintah perlu memberi dukungan kepada ibu menyusui termasuk pada situasi sulit seperti bencana alam. Pemerintah perlu melakukan perencanaan dan koordinasi pusat dan daerah untuk program PMBA dan ASI, pengaturan pemasaran susu formula sesuai kode internasional dan rekomendasi WHA, serta promosi ASI eksklusif.

“Pada situasi bencana, dukungan pemerintah dapat berupa terapi mental pada ibu menyusui korban bencana dan menyediakan tenda menyusui,” kata Wiyarni menandaskan. (Tri Wahyuni)