Suara Karya

Kemkes Minta Dinkes dan RS Antisipatif Kekurangan Nakes Akibat Omicron

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kesehatan (Kemkes) minta dinas kesehatan dan direktur rumah sakit (RS) untuk mengambil langkah antisipasif menghadapi kekurangan tenaga kesehatan akibat Omicron.

“Karena tingginya penambahan kasus covid-19 varian Omicron membuka peluang tertularnya nakes di pelayanan kesehatan,” kata Juru Bicara Vaksinasi Kemkes, dr Siti Nadia Tarmizi dalam siaran pers, Minggu (13/2/22).

Ditambahkan, Kemkes juga meminta dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan seluruh direktur rumah sakit untuk menjamin ketersediaan nakes di pelayanan kesehatan di daerahnya.

“Banyaknya nakes yang tertular menimbulkan kondisi kontigensi, yang berujung pada krisis nakes di pelayanan kesehatan,” ujar Siti Nadia.

Kondisi kontigensi nakes karena kekurangan tenaga kesehatan masih dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengaturan SDM sehingga. Sehingga kondisi itu tidak berdampak pada pelayanan kesehatan.

“Sedangkan kondisi krisis nakes akibat kekurangan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yant berdampak pada pelayanan kesehatan,” ujarnya.

Strategi pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada kondisi kontigensi dan krisis tenaga kesehatan dapat dilakukan melalui internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit.

Strategi internal rumah sakit, lanjut Siti Nadia, dapat dilakukan dengan pengaturan jadwal shift, mobilisasi tenaga kesehatan dari unit lain untuk membantu pelayanan di layanan covid-19. Rumah sakit menyediakan transportasi antar jemput dan akomodasi untuk staf, mengurangi/menunda layanan non emergensi, dan meningkatkan layanan telemedisin.

“Perlu juga pelibatan dokter/nakes yang sedang menjalankan isolasi mandiri tanpa gejala dalam pelayanan melalui telemedisin (memberi telekonsultasi pada staf atau pasien),” ujarnya.

Penugasan khusus pada dokter yang bertugas di manajemen untuk membantu pelayanan sebagai konsultan, mobilisasi dokter di luar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Covid-19 untuk membantu tata laksana pasien di bawah supervisi DPJP, serta meningkatkan kompetensi petugas dalam perawatan isolasi terutama isolasi intensif.

Sedangkan strategi eksternal rumah sakit dilakukan dengan mobilisasi relawan (koas, PPDS), berkoordinasi dengan organisasi profesi dalam penyediaan tenaga cadangan untuk membantu, serta memobilisasi tenaga kesehatan RS dari wilayah kasus covid-19 rendah ke tinggi.

Upaya lain dengan memobilisasi mahasiswa akhir di institusi pendidikan kesehatan untuk membantu dalam administrasi, memobilisasi tenaga kesehatan yang bertugas di non faskes/administrasi kesehatan untuk membantu merawat pasien covid-19 (dipayungi regulasi izin praktek).

Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi covid-19 baik asimptomatik atau gejala ringan, dengan perbaikan gejala serta hilang demam lebih dari 24 jam tanpa obat, dapat kembali bekerja minimal 5 hari setelah gejala pertama muncul (hari ke-0). Ditambah 2x pemeriksaan NAAT dengan hasil negatif selang waktu 24 jam.

Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar covid-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.

“Tenaga kesehatan yang sudah dapat vaksin dosis ke 2 atau belum divaksin dapat kembali bekerja, jika tes NAAT negatif pada hari ke 1-2 setelah terpapar. Tes dapat diulang pada hari ke 5-7 dan tetap bekerja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucapnya.

Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi covid-19 baik asimptomatik atau gejala ringan tidak ada pembatasan ketentuan, namun tetap memprioritaskan tenaga kesehatan dengan kondisi tanpa gejala, untuk kembali bekerja lebih awal agar dapat melakukan monitoring pasien di ruang isolasi. Hal itu harus mendapat persetujuan dari yang bersangkutan.

Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar covid-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.

“Upaya ini diharapkan bisa segera dipersiapkan oleh setiap kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan direktur rumah sakit,” ucap dr Nadia menegaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts