Suara Karya

Kemkes: Pemerataan Dokter Spesialis akan Ditempuh lewat AHS

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kesehatan akan menerapkan kebijakan Academic Health System (AHS), yang mengintegrasikan pendidikan kedokteran bergelar dengan pendidikan profesional kesehatan lain di rumah sakit pendidikan atau yang berafiliasi dengan rumah sakit pendidikan, sistem kesehatan, dan organisasi pelayanan kesehatan.

“Diharapkan, implementasi AHS tahun ini dapat percepatan pemenuhan dan pemerataan dokter spesialis, seperti diamanatkan dalam Transformasi Sistem Kesehatan yang dicanangkan Kemkes,” kata Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan, Arianti Anaya dalam siaran pers, Senin (18/4/22).

Dijelaskan, AHS adalah model kebijakan yang mengakomodir potensi masing-masing institusi ke dalam satu rangkaian visi yang berbasis pada kebutuhan masyarakat. Sehingga bisa diketahui kebutuhan SDM Kesehatan, baik dari sisi jumlah maupun jenis lulusannya.

“AHS juga bisa mendefinisikan profil dan value SDM Kesehatan yang diperlukan di wilayah tersebut. Selain menentukan pola distribusi SDM Kesehatan yang berkelanjutan, mulai dari layanan primer hingga tersier,” ujarnya.

Kebijakan AHS, lanjut Arianti, juga upaya Kemkes dalam akselerasi Program Studi Dokter Spesialis dan Subspesialis, serta Kebijakan Kementerian Ristekdikti tentang Penugasan Pembukaan Program Studi Dokter Spesialis.

“Kebutuhan dokter dan dokter spesialis dapat tepenuhi secara merata di seluruh Indonesia dalam waktu 10 tahun. Salah satu tahapan dalam pemenuhan itu adalah peningkatan kuota mahasiswa dokter umum,” tuturnya.

Penambahan rasio dokter umum 2 kali dan dosen sebanyak 1,5 kali, menurut Arianti, akan menyelesaikan masalah kekurangan dalam jangka waktu 10 tahun, dengan catatan semua dokter bekerja di Fasyankes.

Namun, Arianti menyayangkan, saat ini 20 persen dokter bekerja di bidang manajerial, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dokter bertambah hingga 12 tahun.

“Seperti pemenuhan kebutuhan dokter spesialis obstetri dan ginekologi (kandungan), penambahan kuota dengan rasio 2 kali dan dosen 1,5 kali, maka dibutuhkan waktu 6 tahun atau sampai 2028. Penambahan kuota harus disesuaikan dengan kapasitas rumah sakit dan rumah sakit pendidikan yang tersedia,” katanya.

Data Bapenas Tahun 2018 menunjukkan, rasio dokter spesialis per 1.000 penduduk tahun 2025 sebesar 0,28 artinya 28 dokter spesialis untuk 100.000 penduduk. Dengan komposisi ketersediaan dokter spesialis saat ini, maka target rasio dokter spesialis penyakit dalam 3 orang untuk 100.000 penduduk, spesialis obgin juga 3 orang untuk 100.000 penduduk.

“Per 1 April 2022, jumlah dokter umum dan dokter spesialis di rumah sakit seluruh Indonesia sebanyak 122.023 orang dan kita kekurangan sebesar 8.182 orang. Kekurangan ini hanya pada standar minimal ketersediaan dokter di rumah sakit, belum memperhitungkan beban kerja pelayanan,” katanya. (Tri Wahyuni)

Related posts