Kemristekdikti Kembali Gelar SCKD demi Pemajuan Budaya Riset

0

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) kembali menggelar Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) pada 18-24 Agustus 2019. Tercatat, ada 52 ilmuwan diaspora dari 15 negara hadir dalam perhelatan yang cukup bergengsi ini.

“SCKD dilaksanakan rutin setiap tahun, karena dinilai berhasil mengembangkan budaya akademik dan riset di kampus,” kata Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti dalam jumpa pers kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (16/8/2019) malam.

Keberhasilan itu, lanjut mantan Wakil Menteri Kesehatan, dibuktikan lewat sejumlah kerja sama antara perguruan tinggi asal ilmuwan diaspora dengan perguruan tinggi di Indonesia. Kerja sama itu baik berupa penelitian bersama (joint research) atau pertukaran dosen dan mahasiswa.

“Para ilmuwan diaspora ini berperan sebagai jembatan bagi peneliti dalam negeri kepada jejaring internasional. Hal itu merupakan satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, yang saat ini menjadi fokus perhatian pemerintah,” katanya.

Guru Besar Universitas Gadjah Mada itu mengungkapkan, atmosfir budaya akademik di kampus Indonesia hingga kini masih lemah. Dibutuhkan ilmuwan diaspora yang tak hanya menginspirasi, tetapi juga ikut menumbuhkembangkan budaya akademik di kampus.

“Apalagi jika ilmuwan diaspora itu bisa membuka akses bagi peneliti Indonesia untuk riset gabungan atau cuma memanfaatkan laboratorium di kampus ilmuwan diaspora. Kekayaan alam Indonesia bisa dieksplorasi dan muncul inovasi baru,” ujarnya.

Ali Ghufron menilai, SCKD merupakan salah satu terobosan untuk pemajuan Indonesia, jelang hadirnya bonus demografi 2020-2024. Harapannya, Indonesia tidak terjebak dalam ledakan sumber daya manusia. “Bonus demografi ini bak pisau bermata dua. Jika tidak dikelola dengan baik bisa menjadi beban finansial bagi pemerintah,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua Pelaksana SCKD 2019, Yudi Darma. Katanya, SCKD tahun ini dibuat sedikit berbeda. Selain diundang ke Istana Wakil Presiden, para ilmuwan diaspora juga akan berkolaborasi dengan perguruan tinggi dengan peringkat dibawah 10 besar Indonesia.

“Ini demi pemajuan budaya akademik dan riset di kampus yang memiliki kualitas bagus, tetapi masih miskin kerja sama dengan perguruan tinggi asing. Untuk itu, perlu ilmuwan diaspora untuk membangun jejaring dengan internasional,” ujarnya.

Ditambahkan, penyelenggaraan SCKD pun melibatkan mitra strategis seperti Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Akademi Ilmuan Muda Indonesia (ALMI) dan Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional (I-4). Hal itu dilakukan agar tujuan dari penyelenggaraan SCKD dapat tercapai.

Sementara itu Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri, Cecep Hermawan mengatakan konsep SCKD sejalan dengan harapan pemerintah tentang kolaborasi antar-sektor dan pemanfaatan talenta Indonesia di luar negeri untuk kemajuan bangsa.

“Ini merupakan embrio yang ditunggu-tunggu. Kolaborasi tanpa sekat antara lembaga pemerintah,” ujar Cecep menandaskan. (Tri Wahyuni)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here