Suara Karya

Keren, Budaya Kopi Indonesia akan Dipamerkan di Qatar!

JAKARTA (Suara Karya): Kopi bagi Indonesia tak sekadar komoditas, tetapi juga bagian dari budaya. Apalagi ada sejarah kelam dalam pengembangan budi daya kopi di Indonesia.

“Bicara soal kopi di Indonesia, ada dua kisah, yang enak dan tidak enak. Tak enaknya, leluhur kita dipaksa untuk menanam kopi. Enaknya, Indonesia kini dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi,” kata Dirjen Kebudayaan, Kemdikbudristek, Hilmar Farid saat membuka pameran dan festival bertajuk “Kopi Togetherness’, Jumat (18/11/22).

Kegiatan tersebut akan berlangsung 19 November hingga 18 Desember di Area Sunken, Museum Nasional Jakarta. Selain itu, ada ‘event’ nonton bareng (Nobar) Piala Dunia Qatar 2022 sambil ngopi-ngopi di area tersebut.

Hilmar menambahkan, Pameran dan Festival ‘Kopi Togetherness’ juga menjadi ‘kick-off’ dari kerjasama bilateral Indonesia dan Qatar. Sepanjang 2023, Indonesia menjadi negara mitra penyelenggaraan Qatar Year of Culture.

Dalam perhelatan tersebut, Indonesia dan Qatar akan mempromosikan kekayaan budaya negara masing-masing. Kedua negara sepakat mengangkat kopi sebagai tema besar.

“Budaya kopi Indonesia nantinya akan dipamerkan selama 6 bulan di Museum Nasional Qatar dengan berbagai event penyerta,” ujarnya.

Pameran menghadirkan serangkaian program publik yang menawarkan pengetahuan dan rekreasi seputar kopi.

Selain selebrasi kopi nusantara bersama jejaring komunitas produsen, penggiat dan penggemar kopi dengan menggali berbagai hubungan antara masyarakat Indonesia dengan kopi.

“Kopi sebenarnya media diplomasi yang bisa mencairkan suasana. Lewat pameran ini, para penikmat dan penggiat kopi dapat berinteraksi dengan disiplin ilmu lain seperti pemerhati lingkungan, kuliner dan gaya hidup. Saling berbagi pandangan untuk meningkatkan apresiasi terhadap kopi Indonesia dari hulu hingga hilir,” tutur Hilmar.

Ditambahkan, tanaman kopi juga memiliki fungsi sebagai penghasil oksigen. Sehingga ikut berperan dalam menjaga lingkungan dengan proses pertanian yang berkelanjutan. “Karena itu, kopi tidak boleh dipandang sebatas komoditas,” ucapnya.

Lewat pameran, Hilmar berharap, upaya itu dapat mengangkat harkat dan martabat petani kopi dan seluruh penggiat kopi, yang menggantungkan hidupnya dari kopi.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Museum Nasional, Sri Suhartini menjelaskan, Pameran ‘Kopi Togetherness’ dibagi dalam 5 subtema. Yaitu, Kopi Bumi, Kultur Kopi, Kopi Kini, Kopi Kita, dan Kopi Merdeka.

Kopi Bumi mengangkat relasi kopi sebagai sumber daya agrikultural yang memberi sumbangsih dan keberlanjutan pada lingkungan dan beragam upaya masyarakat dan komunitas untuk memberdayakannya.

Kultur Kopi mengangkat berbagai aspek kebudayaan, sejarah dan kearifan lokal yang diciptakan di berbagai pelosok nusantara.

Sedangkan Kopi Kita dan Kopi Kini menghadirkan berbagai narasi keseharian, kreativitas dan kehidupan sosial yang terhubung oleh skema kopi Indonesia.

Ke-empat subtema itu dihadirkan dalam rangkaian karya instalasi oleh 6 komunitas/kolektif seniman yang diundang khusus untuk merespon tema ‘Kopi Togetherness’, yaitu: duo musisi elektronik Bottlesmoker, komunitas graffiti dan street art mahavisual (featuring Stereoflow, Alphabad.xyz, Popo Mangu, Yessiow dan Gardu House).

Selain itu lolektif arsitektur Ugahari, jejaring penggambar (sketchers) nusantara Indonesia Sketchers, jejaring aktivis kopi Komunitas Jenama Kopi (featuring Smesta, Popsiklus, Gunagoni, Debbybyday, Koleksi Karta, Craft Denim, Seniman) dan kelompok perupa dan seni pertunjukan Paguyuban Gegerboyo.

Sub-tema ‘Kopi Merdeka’ menghadirkan rangkaian artefak dan arsip koleksi Museum Nasional berkolaborasi dengan museum-museum serta pusat arsip dalam jejaring nasional dan internasional museum dan cagar budaya dibawah Kemdikbudristek.

“Subtema menawarkan sisi lain dan perspektif baru dari rekam jejak historis Kopi sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia,” kata Sri Suhartini menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts