JAKARTA (Suara Karya): Tiga Mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) Program Studi Teknik Elektro, yaitu Fadhlan Adha, Sukri Alfian dan Ahmad Fauzi berhasil mengembangkan Platform berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) bernama ‘DIA-BEAT’.
“DIA-BEAT ini singkatan dari Smart Eye Screening for Diabetic Retinopathy Detection. Platform tersebut bisa digunakan untuk deteksi dini diabetes tipe 1,” kata Fadhlan di Jakarta, Jumat (20/1/23).
Dijelaskan, diabetes melitus atau dulu dikenal sebagai penyakit kencing manis tipe 1 terjadi akibat ketidakmampuan pankreas dalam memproduksi insulin. Diabetes tipe 1 yang sudah komplikasi menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah di bagian mata.
“Karena itu, penting dilakukan deteksi dini pada orang-orang yang memiliki riwayat diabetes dalam keluarganya. Semakin dini penyakit tersebut diketahui, maka semakin mudah penanganannya,” ujar Fadhlan.
Pemeriksaan pada penderita diabetes tipe 1 biasanya dilakukan melalui tes pengambilan darah di laboratorium dan pemeriksaan retina dan saraf mata. Namun, inovasi yang dikembangkan Fadhlan Adha dan kawan-kawan, membuat proses pemeriksaan jadi lebih mudah.
“Karena cukup skrining mandiri dengan platform digital yang kami kembangkan. Hasil pemeriksaan cepat dan akurat,” ujarnya.
Fadhlan berharap platform DIA-BEAT dapat digunakan masyarakat untuk skrining mata normal atau bergejala diabetes. Pengguna hanya perlu membuka aplikasi DIA-BEAT, lalu mengunggah gambar matanya. Proses skrining semudah itu.
“Jika ditemukan bintik putih, pembuluh darah yang tidak beraturan, atau bercak darah pada area mata, maka temuan tersebut merupakan indikasi seseorang terkena diabetes,” ucapnya.
Jika terindikasi, Fadhlan mengusulkan pada pengguna untuk mengurangi asupan gula dalam konsumsi harian, berolahraga, dan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil rekomendasi skrining dapat diunduh dan dikirimkan ke email pengguna.
Dosen pembimbing Fadhlan dan kawan-kawan dalam pengembangan DIA-BEAT, Dr Eng Muhammad Abdillah menegaskan, akurasi hasil deteksi diabetes melalui DIA-BEAT saat ini mencapai 99 persen.
“Platform tersebut cukup akurat dalam deteksi dini diabetes. Ke depan, semoga ada klinik atau rumah sakit di Indonesia yang tertarik untuk menggunakan DIA-BEAT, sehingga kami punya banyak data untuk meningkatkan akurasi hasil pemeriksaan DIA-BEAT,” kata Muhammad Abdillah.
Inovasi itu juga membawa Fadhlan dan kawan-kawan menyabet gelar juara ketiga dalam gelaran acara ‘Indonesia Artificial Intelligence Research Consortium (IARC) Hackathon 2023 yang digelar di kampus Universitas Gunadarma, Karawaci, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (14/1/23).
Kompetisi ini merupakan program akselerasi strategi nasional dalam menerapkan AI di Indonesia.
Pengembangan platform DIA-BEAT menggunakan super komputer NVIDIA DGX-A100 yang difasilitasi oleh IARC-DIKTI. Super komputer AI berperan dalam pengujian data dan validasi model platform tersebut.
Umumnya, proses pengujian dan validasi yang terdiri dari ribuan data akan butuh waktu lama. Dengan menggunakan NVIDIA DGX-A100, proses tersebut hanya butuh waktu 1-2 menit.
“DIA-BEAT memiliki keunggulan lain, yaitu aksesibilitas pengujian yang lebih mudah, proses akuisisi dan analisis yang cepat, konsisten, serta dapat diunduh dengan mudah oleh penggunanya,” kata Fadhlan menandaskan.
Penyakit diabetes harus menjadi perhatian bersama, karena data
International Diabetes Federation (IDF) 2021 mencatat ada 537 juta orang usia 20 hingga 79 tahun di dunia menderita penyakit tersebut.
Indonesia sendiri sudah berstatus waspada, dengan posisi kelima jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia. Pada 2021, jumlah penderita diabetes naik hampir 2 kali lipat dari tahun sebelumnya hingga mencapai 19,47 juta orang.
Data WHO menyebutkan, setengah penderita diabetes tak menyadari atas penyakit yang ada dalam tubuhnya. Alhasil, penyakit tersebut menjadi penyebab 236 ribu kematian di Indonesia sepanjang 2021. (Tri Wahyuni)