JAKARTA (Suara Karya): Klaster inovasi (klasinov) nilam Aceh akan menjadi role model pengembangan bisnis dengan pendekatan quadrople helix. Tak hanya kalangan industri yang sejahtera nantinya, tetapi juga petani.
“Jika klasinov nilam Aceh ini berhasil, kita jadi punya model untuk produk lain. Misalkan, kelapa di Minahasa Selatan, gambir di Sumatera Barat atau kopi di Papua,” kata Dirjen Penguatan Inovasi, Kemristekdikti, Jumain Appe usai Rakor Pengembangan Klaster Inovasi Nilam Aceh di Jakarta, Senin (10/9).
Hadir dalam kesempatan itu, Bupati Aceh Jaya, Tengku Irfan TB, Kepala Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Syaifullah Muhammad,
Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Aceh, Zainal Arifin, Kabid Litbang Bappeda Aceh, Ema Elimiana dan Bupati Minahasa Selatan, Tetty Paruntu.
Jumain menjelaskan, pihaknya mengalokasikan dana sekitar Rp5 miliar untuk model pengembangan bisnis minyak atsiri (nilam) Aceh dengan pendekatan quadrople helix. Artinya, bisnis itu memanfaatkan teknologi yang dikembangkan perguruan tinggi.
“Kami minta pada perguruan tinggi untuk tidak terpaku pada teknologi yang ada. Buat teknologi kekinian yang dapat mengubah nilam jadi produk bernilai jual tinggi. Apalagi minyak nilam ini banyak diburu industri kosmetik luar negeri,” ujarnya.
Jumain berharap klasinov nilam Aceh bisa diterapkan mulai 2019. Mengingat konsep untuk peningkatan ekonomi sebuah kawasan itu digagas sejak 2017 lalu. “Kita uji coba satu saja dulu. Jika sudah berhasil, baru diaplikasikan ke produk lain,” ujarnya.
Ditambahkan, klasinov menjadi penting karena sistemnya mempermudah identifikasi, pemantauan dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan kerja sama dalam berbagai aspek industri dan kewilayahan.
“Hasil akhirnya adalah terjadi peningkatan ekonomi rakyat. Jangan hanya kalangan industrinya saja yang sejahtera. Pengembangan bisnis dengan pendekatan quadrople helix ini diharapkan bisa membangun kembali kejayaan nilam Aceh,” ucap Jumain menandaskan.
Pada kesempatan yang sama Bupati Aceh Jaya, Tengku Irfan TB berharap, lewat program ini petani mendapat teknologi yang memberi nilai tambah mulai dari menanam bibit, penyulingan, kualitas produk hingga kepastian pasarnya. Sehingga produk tersebut bisa menjadi sumber pendapatan masyarakat Aceh.
“Hingga kini kami masih terkendala pada tanaman nilam dan teknik penyulingan yang menghasilkan produk berkualitas rendah. Ini merupakan hambatan serius bagi masyarakat. Selain juga kepastian pasar dan stabilitas harganya,” ucapnya.
Tengku Irfan menambahkan, pihaknya telah menetapkan Desa Seuneubok Padang, Kecamatan Teunom, Aceh Jaya sebagai pusat klasinov nilam Aceh. Jika berhasil meningkatkan perekonomian masyarakatnya, wilayahnya akan diperluas lagi. (Tri Wahyuni)