JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) atas nama Pemerintah mengajukan revisi Undang-Undang (UU) No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Revisi itu diperlukan karena model kompetensi guru yang ada saat dinilai sudah ketinggalan zaman.
“Draft revisi UU No 14/2005 itu sudah masuk DPR RI. Saat ini masih dalam tahap pembahasan,” kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kemdikbud, Santi Ambarukmi dalam lokakarya bertajuk “Refleksi Kritis Kerangka Kompetensi Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas” di Jakarta, Kamis (20/2/20).
Santi menjelaskan, revisi UU No 14 Tahun 2005 dilakukan karena regulasi itu sudah berusia 15 tahun. Padahal, kompetensi guru harus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
“Dalam membuat program kompetensi guru, kita mengacu pada UU Guru dan Dosen yang dibuat 15 tahun lalu. Bagaimana mau membuat pembaharuan kompetensi bagi guru jika regulasinya dibuat 15 tahun lalu,” ujarnya.
Pembaharuan model kompetensi guru, menurut Santi, diperlukan untuk menjawab tantangan kualitas pendidikan yang belum dapat bersaing di tingkat regional maupun global. Pembaharuan kompetensi nantinya akan disusun secara berjenjang dan bertahap dari empat kompetensi yang ada, agar mudah dipahami guru.
“Karena itu, kami mengundang guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah untuk mendapat masukan dan refleksi kritis atas kerangka kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas,” ujarnya.
Ditambahkan, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemangku kepentingan pendidikan untuk melakukan refleksi kritis atas model kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas. Sehingga pemerintah tahu pada bagian mana yang harus ditambah atau diperbaiki.
“Hasil dari refleksi akan jadi dasar pengembangan kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas,” kata Santi menandaskan.
Sementara itu, guru SMPN 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Usman Djabbar dalam kesempatan yang sama berpendapat, ada dua hal pokok yang saat ini dihadapi guru. Yaitu, keterbatasan sarana dan prasarana serta perubahan konteks. Keduanya perlu adaptasi.
Untuk itu, Usman Djabbar menilai, sekolah dan guru harus memiliki kemampuan adaptif. Kemampuan itu bisa dimulai dari model pengembangan guru yang kontekstual.
Hal senada dikemukakan guru dari SMP Lazuardi Al-Falah, Depok, Irma Nurul. Katanya, pembaruan model kompetensi bagi guru, kepala sekolah dan pengawas harus berorientasi pada layanan pendidikan. Dengan demikian, peserta didik tak hanya menjadi objek pembelajaran tetapi subjek yang diperhatikan kebutuhannya.
“Peserta didik juga menjadi penentu arah metode pembelajaran yang harus diambil sekolah. Apakah sekarang programnya sudah sesuai dengan kebutuhan siswa,” katanya.
Irma menjelaskan, guru, kepala sekolah dan pengawas idealnya tak hanya fokus pada upaya mencapai standarisasi tertentu, tapi lebih memahami karakteristik siswa. Sehingga sekolah mampu menjalankan metode yang tepat guna mengantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
“Jika guru punya siswa dengan konsentrasi belajar rendah, maka semua metode dan program pembelajaran di kelas harus diarahkan untuk mendukung peningkatan potensi peserta didik,” tuturnya.
Guru SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Jawa Timur, Enik Chairul Umah mengatakan, agar perubahan terjadi lebih cepat, kolaborasi pemerintah pusat dengan daerah perlu dioptimalkan. Penerjemahan kebijakan pusat di tingkat daerah, sering tak dipahami dengan baik meski sosialisasi sudah dilakukan.
“Hal itu paling dirasakan sekolah swasta. Yang perlu dikedepankan adalah semangat menciptakan sekolah dengan kualitas baik secara merata,” katanya.
Soal kebijakan Merdeka Belajar, Enik menilai, kepala sekolah dan guru penggerak yang jadi motor perubahan mestinya lebih aktif dalam menciptakan terobosan untuk menggugah ekosistem pendidikan. Kunci keberhasilan pada kepala sekolah dan guru.
“Kebijakan Merdeka Belajar harus jadi momentum untuk menelaah kembali relevansi antara kebutuhan kompetensi saat ini dengan aturan yang ada,” katanya.
Pengawas sekolah dari Makassar, Sulawesi Selatan, Madalle Agil berpendapat, kompetensi kepala sekolah yang relevan akan berdampak pada kualitas belajar murid. Sekolah sedikitnya harus punya tiga hal, yakni visi, inovasi dan kreativitas. “Kita harusnya fokus pada kompetensi yang relevan saja,” kata Madalle menegaskan. (Tri Wahyuni)