Suara Karya

KPK: Masih Banyak Penyelengara Negara yang Belum Serahkan LHKPN

(suarakarya.co.id/Istimewa)

JAKARTA (Suara Karya): Sebanyak 169 anggota DPR periode 2019-2024 belum melaporkan harta kekayaan dalam pelaporan periodik tahun 2019. Itu berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendata Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Namun, tak hanya legislatif yang masih mangkir. KPK juga mencatat eksekutif dan yudikatif juga banyak yang mangkir dari jadwal menyerahkan LHKPN tahun 2019.

“Dari 575 wajib lapor pada lembaga DPR sebanyak 406 wajib lapor atau sekitar 70% telah melapor. Sisanya masih terdapat 169 WL belum lapor,” kata Plt Jubir KPK, Ipi Maryati dalam keterangan pers, Minggu (3/5/2020).

Tingkat kepatuhan penyelenggara negara di bidang legislatif tercatat paling rendah dalam melaporkan hartanya untuk pelaporan periodik tahun 2019 yang telah ditutup KPK, pada 30 April 2020. Total, dari 18.120 wajib lapor di bidang legislatif, hanya sebanyak 89,39% atau 18.120 wajib lapor yang telah menyerahkan LHKPN, sementara sisanya 2.151 belum lapor.

KPK juga mencatat 10 wajib lapor yang terdiri atas ketua dan wakil ketua MPR RI telah menyampaikan laporan kekayaannya 100 persen.

“Sedangkan, untuk DPD RI tercatat kepatuhan 96 persen. Dari 136 WL pada DPD RI masih terdapat lima wajib yang belum menyampaikan laporannya dan sebanyak 131 sudah melaporkan kekayaannya,” katanya.

Penyelenggara negara bidang eksekutif, dari total 294.560 wajib lapor, terdapat 272.055 wajib lapor telah melapor atau sebanyak 92,36%. “Sisanya 22.505 belum menyampaikan laporannya,” ternag Ipi.

Pada bidang Eksekutif di tingkat pemerintah pusat, dari 51 pejabat setingkat menteri dan wakil menteri pada kabinet Indonesia Maju tercatat satu Penyelenggara Negara (PN) yang merupakan wajib lapor periodik belum memenuhi kewajiban LHKPN.

Demikian juga dengan satu penyelenggara negara yang merupakan wajib lapor khusus di Wantimpres belum menyampaikan laporannya.

“Sedangkan, untuk 21 staf khusus presiden dan wakil presiden tercatat telah memenuhi kewajiban lapor 100 persen,” katanya.

Di tingkat pemerintah daerah, KPK mencatat dari total 965 kepala daerah meliputi Gubernur, Bupati/Walikota dan wakil terdapat 25 kepala daerah yang belum menyampaikan laporan kekayaannya. Di Bidang Yudikatif, dari 18.885 wajib lapor tercatat 98,62 persen atau 18.624 wajib lapor telah menyetorkan LHKPN dan sisanya 261 belum lapor.

Sedangkan, untuk BUMN/D dari total 30.642 wajib lapor, 95,78 persen sebanyak 29.350 WL telah melapor dan sisanya masih ada 1.292 WL yang belum melaporkan kekayaannya.

“KPK juga mencatat per 1 Mei 2020 terdapat 704 instansi dari total 1.396 instansi di Indonesia atau sekitar 50 persen instansi yang telah memenuhi kepatuhan LHKPN 100 persen,” katanya.

Secara total, tingkat kepatuhan penyelenggara negara melaporkan harta kekayaannya mencapai 92,81 persen. Dari 364.358 penyelenggara negara yang wajib melaporkan hartanya, terdapat 338.149 penyelenggara negara yang telah menyetorkan LHKPN kepada KPK untuk pelaporan periodik tahun 2019. LHKPN bukanlah hal baru dalam Tata Negara. Ipi juga mengatakan KPK telah menerbitkan surat edaran.

“Kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik untuk tahun pelaporan 2019 per 1 Mei 2020 mencapai 92,81 persen. Sesuai Surat Edaran KPK Nomor 100 Tahun 2020 KPK memperpanjang masa penyampaian LHKPN tahunan (periodik) untuk tahun pelaporan 2019 dari semula 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020,” kata Ipi.

KPK mengingatkan seluruh penyelenggara negara baik di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif maupun BUMN/D yang belum menyampaikan laporan kekayaannya supaya tetap dapat memenuhi kewajiban LHKPN.
“Ini sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi. KPK meminta penyelenggara negara untuk mengisi LHKPN-nya secara jujur, benar dan lengkap. KPK juga tetap menerima LHKPN yang disampaikan setelah batas waktu, namun dengan status pelaporan ‘Terlambat Lapor’,” tegas Ipi. (Tri Wahyuni)

Related posts