Mahasiswa Doktoral STP Trisakti Gelar Webinar Kembangkan Desa Wisata

0

JAKARTA (Suara Karya): Mahasiswa Program Studi Doktoral Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti menggelar webinar guna mencari masukan untuk pengembangan desa wisata yang berkelanjutan dan berdaya saing.

Kegiatan itu merupakan implementasi atas perkuliahan yang didapat dalam semester ini. Saat ini STP Trisakti telah mengembangkan sejumlah desa wisata di Desa Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan serta 2 desa di Kabupaten Kuningan Jawa Barat yaitu Desa Cibuntu dan Desa Cipasung.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Trisakti, Djanadi Bimo Prakoso dalam sambutan membuka webinar menyebut, 3 faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan desa wisata berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.

Sementara Bupati Kuningan, Acep Purnama mengaku senang bisa bekerja sama dengan STP Trisakti. Bahkan, ia menargetkan kerja sama itu mampu menghasilkan 25 desa wisata dari 321 desa yang ada di wilayahnya.

“Saat ini, sudajmh ada 6 desa wisata yang sudah dikembangkan bersama STP Trisakti. Jumlahnya akan ditingkatkan hingga 25 desa,” kata Acep Purnama dalam webinar yang digelar Kamis (8/4/21) tersebut.

Acep menambahkan, masyarakat semangat terlibat didalamnya, karena diarahkan untuk kegiatan ekonomi seperti pembuatan souvenir, rumah dijadikan sebagai homestay, katering, pemandu wisata, dan lain-lain.

Sementara itu, Ketua STP Trisakti Fetty Asmaniati mengatakan perguruan tinggi berpotensi dalam mengembangkan pariwisata di Tanah Air. Namun sayang, program doktoral pariwisata baru ada 3 di Indonesia, yaitu di Universitas Udayana Bali, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, dan STP Trisakti Jakarta.

“Saya harap mahasiswa program doktoral STP Trisakti dapat menyelesaikan studi tepat waktu dan menghasilkan ilmu bermanfaat untuk pariwisata di Indonesia,” kata Fetty.

Kepala Departemen Doktoral STP Trisakti Sundring Pantja Djati mengatakan, pariwisata di Indonesia perlu membuat lebih banyak desa wisata yang lestari dan berkelanjutan. Hal itu untuk lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.

“Pariwisata berkelanjutan bisa menjadi peluang dalam kegiatan pariwisata, yang memperhatikan prinsip 3P yaitu People, Plant dan Prosperity,” katanya.

Sundring mengutip data statistik yang memperlihatkan wilayah Indonesia yang bisa dikembangkan sebagai desa wisata, sebanyak 83.931 wilayah administrasi setingkat Desa di Indonesia dan 7.436 desa serta 8.444 Kelurahan dan 51 unit pemukiman transmigrasi.

Ia mengungkapkan adanya pergeseran tren kepariwisataan dalam 5 tahun terakhir ini. Dari motivasi bersenang-senang menjadi pengalaman baru. Hasil penelitian itu menunjukkan kenaikan 165 persen atas perjalanan wisata yang didasarkan pada keyakinan diri.

“Ini peluang bagi Indonesia yang memiliki perdesaan eksotik lewat mengembangkan desa wisata yang kelanjutan dan berdaya saing,” ucapnya.

Sementara itu Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Banyuasin Merki Bakri mewakili Bupati Banyuasin mengatakan, pihaknya telah menetapkan Desa Sungsang sebagai daerah wisata.

“Pengembangannya sudah pada master plan, pembuatan alun-alun kota pangkalan balai, plaza kuliner hingga kawasan wisata terpadu di Sungsang,” ujarnya.

Pakar dari IPB Vincent Gaspersz dalam topik paparan bertema ‘Keterampilan Berpikir Desain Sistemik dalam Industri Pariwisata & Pendidikan’ mengingatkan, pengelola pariwisata untuk terhubung ke berbagai faktor guna memajukan sektor pariwisata itu sendiri.

“Untuk itu, pentingnya konsep ‘sistemic design thinking’ yang diperoleh lewat penelitian, analisa dan desain solusi mandiri demi tercapainya tujuan,” ujarnya

Sementara itu, pakar dari James Cook University, Hera Oktadiana menyatakan, perilaku wisatawan sangat penting untuk diketahui agar dapat memberi pelayanan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Motif wisatawan dalam melakukan perjalanan terbagi dalam 3 bagian yaitu ‘Core motives’, Middle Layer Motives dan Outer Layer Motives.

Hal senada dikemukakan pakar dari Pradipta University, Eko Indrajit. Ia menekankan pentingnya sistem IT terintegrasi di destinasi pariwisata. Integrasi itu harus dilihat dari sisi wisatawan.

“Wisatawan jika melakukan perjalanan, mulai dari perencanaan hingga selesai, memakai berbagai teknologi informasi. Hal itu perlu diintegrasikan ke dalam sistem yang disebut konsep ‘tourist journey’,” katanya.

Guru Besar Bidang Pariwisata STP Trisakti, Willy Arafah mengatakan, membangun pariwisata tak lepas dari pengembangan ekonomi daerah. Karena itu, pengembangan desa wisata di setiap daerah tak bisa disamakan, karena punya keragaman masing-masing. (Tri Wahyuni)