JAKARTA (Suara Karya): Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengecam tindakan Kejagung yang menghalangi penuntasan perkara kasus Kondensat.
“Kami sangat mengecam tindakan Kejagung yang menolak penyerahan tersangka dan lebih mengecam karena dalam jawaban sidang praperadilan tidak mengakui bahwa Bareskrim telah mengajukan penyerahan Tersangka. Tindakan Kejagung adalah bentuk sembunyi dari tanggungjawab sekaligus pengecut karena ngeles dalam sidang yang mana ngelesnya langsung dibantah oleh Jawaban Bareskrim,” kata Koordinator MAKI Boyamin Sulaiman melalui rilis yang diterima suarakarya.co.id di Jakarta, kemarin.
Atas penolakannya terhadap penyerahan tersangka kasus Kondensat karena tidak mengakui penyerahan tersangka oleh Bareskrim, Kejagung dikatakan menghalangi penuntasan perkara kasus Kondensat dengan alasan penyerahan tersangka tidak lengkap.
“Bahwa dari jawaban Bareskrim dan Kejagung, nampak Kejagunglah yang menghalangi penuntasan perkara korupsi Kondensat karena nyata-nyata menolak penyerahan dua tersangka dengan alasan tidak berdasar hukum dan ngeles tidak jelas logikanya. Kejagung telah melanggar Pasal 50 KUHAP yg berbunyi Tersangka berhak segera disidangkan,” kata dia.
Kasus Kondensat itu merupakan dugaan penjualan kondesat oleh PT Trans Pasific Petrochermical Indotama (TPPI) yang melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatyan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang merugikan negara sekitar Rp 35 triliun.
Menurut Boyamin, alasan tidak lengkap tersebut akan menyebabkan kasus Kondensat akan tidak dapat diselesaikan.
“Jika alasan Kejagung harus lengkap tiga tersangka, maka selamanya kasus ini tidak disidangkan tetapi keburu kasusnya kadaluarsa atau tersangkaa keburu mati karena nyata tiga tersangka sudah berumur tua,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, MAKI telah gugat praperadilan melawan Kabareskrim dan Jaksa Agung dalam perkara berlarut-larutnya penanganan perkara korupsi Kondensat TPPI dengan tersangka Honngo Wendratno, Raden Priyono dan Djoko Harsono.
“Praperadilan telah dilangsungkan sejak hari Senin kemarin (30/10/2018) dan hari ini (Selasa, kemarin) agenda jawaban dan pembuktian. Dalam jawabannya, Kejagung menyatakan belum pernah menerima pengajuan penyerahan tersangka dan barang bukti dari Bareskrim.
Sementara Bareskrim dalam jawabannya dengan tegas menyatakan sudah mengajukan baik fisik maupun surat untuk menyerahkan tersangka dan barang bukti,” jelas Boyamin.
Menurut dia, Bareskrim memberikan menjawab bahwa Kejagung lah yang menolak penyerahan tersangka dan barang bukti dengan bukti surat dari Jampidsus No 42/F3/Ft.1/ 01/2018 tanggal 12 Januari 2018. Kejagung menolak penyerahan Tersangka dan Barang Bukti dengan alasan Bareskrim tidak menyerahkan tiga tersangka dan hanya menyerahkan dua tersangka yakni Raden Priyono dan Djoko Harsono, sedangkan Honggo Wendratno buron.
“Kejagung semestinya tetap harus menerima penyerahan dua tersangka yang ada karena senyatanya berkasnya terpisah. Berkas pertama Tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono dan berkas kedua tersangka Honngo Wendratno. Berkas pertama harusnya diterima lebih dulu, sedang yang buron dikejar jangka waktu maksimal dua tahun atau kurun waktu tertentu jika tidak tertangkap disidangkan in absensi ( sidang tanpa kehadiran terdakwa),” ujar Boyamin.
Atas permasalahan itu, pihak MAKI meminta Kejagung bersedia menerima dua tersangka telebih dahulu sehingga berkas perkaranya bisa dilimpahkan ke pengadilan Tipikor.
“Kami berharap, hakim mengabulkan gugatan ini berupa memerintahkan Kejagung menerima penyerahan dua tersangka yang ada dan memerintahkan Kejagung untuk melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,” pinta Boyamin. (Indra DH)