Masa Pengabdian Guru Diperpanjang, Daerah Dilarang Rekrut Honorer

0

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan, masa pengabdian guru yang akan masuk usia pensiun bisa diperpanjang, selama masa tunggu guru pengganti. Kebijakan itu diharapkan bisa menjadi solusi atas masalah guru honorer yang tak kunjung selesai.

“Karena itu, mulai tahun ini sekolah tak boleh lagi mengangkat guru honorer. Pemerintah sedang fokus dalam masalah ini. Kalau daerah rekrut terus, maka masalah guru honorer tidak kunjung selesai,” kata Muhadjir Effendy di Pusdiklat Kemdikbud Sawangan Depok, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019).

Ditemui usai menghadiri pelepasan peserta Pelatihan Kepimpinan Nasional (PKN) Tahun 2019, Muhadjir kembali menegaskan, batas usia pensiun guru sesuai dengan ketentuan yaitu 60 tahun. Namun, masa pengabdian guru bisa diperpanjang, selama masa tunggu guru pengganti datang ke sekolah.

“Meski berlaku umum, kebijakan ini sifatnya tidak memaksa. Artinya guru dapat menolak, jika sudah tidak mau lagi mengajar,” ucap Muhadjir.

Ditambahkan, pihak sekolah yang akan menggaji para guru pensiun yang akan memperpanjang masa pengabdiannya. Dananya diambil dari dana BOS (Biaya Operasional Sekolah). Meski statusnya bersifat kontrak, perpanjangan masa pengabdian guru pensiun tak masuk dalam kelompok Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Disebutkan, skema pengangkatan guru terbagi dalam tiga tahap yaitu, pertama untuk menuntaskan guru honorer, kedua untuk mengganti guru yang masa pensiunnya akan berakhir, dan ketiga untuk menambah atau mengangkat guru karena adanya penambahan jumlah sekolah.

Mendikbud juga minta agar pemerintah daerah diimbau tak lagi melakukan rekruitmen guru honorer. Kemdikbud mencatat puncak pensiun para guru akan terjadi secara masif pada 2022. Ada sekitar 86.650 guru yang akan masuk usia pensiun secara bersamaan.

Seperti diberitakan sebelumnya, usulan masa pengabdian guru honorer telah disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendy dalam rapat koordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Usulan tersebut akan ditindaklanjuti dalam bentuk penerbitan surat edaran bersama yang ditandatangani Mendikbud, MenPANRB, Mendagri dan Kepala BKN. Upaya itu dilakykan untuk mencegah daerah melakukan rekrutmen guru honorer.

“Kalau ada pemerintah daerah yang masih nekat merekrut guru honorer akan dijatuhi sanksi,” ucapnya.

Rapat koordinasi lintas lembaga tersebut membahas pula penyelesaian masalah guru honorer. Proses rekruitmen honorer jadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) akan dilakukan secara bertahap sehingga pada 2024 sudah tidak ada lagi guru berstatus honorer. Saat ini masih ada sekitar 700.000 lebih guru berstatus honorer.

Terkait puncak pensiun guru yang secara masif terjadi pada 2022 yang mencapai
86.650 orang, Sekretaris Jenderal Kemdikbud Didik Suhardi mengatakan, hal itu harus diantisipasi secara tepat agar tak terjadi krisis guru di daeraglh.

“Rekruitmen guru akan memperhitungkan faktor terjadinya pensiun guru masif pada 2022. Karena itu, rekruitmen guru baru akan dilakuka setiap tahun. Baru pada 2021 angkanya diperhitungkan kembali sesuai jumlah guru yang pensiun pada tahun 2022,” tuturnya.

Selain rekruitmen besar-besaran, lanjut Didik, Kemdikbud juga akan menerapkan sistem guru mengajar multi subjek. Lewat sistem itu, diharapkan program peningkatan kualitas pendidikan tetap berjalan. Sementara dari sisi anggaran menjadi lebih efisien.

“Misalkan guru IPA kemampuan minornya matematika, IPS punya kemampuan minornya PPKN. Terutama di daerah yang populasinya rendah. Tidak mungkin digunakan single subjek, biayanya terlalu mahal. Sistem ini disebut juga guru serumpun,” ucap Didik menandaskan. (Tri Wahyuni)