
JAKARTA (Suara Karya): Masyarakat diminta tak perlu panik menghadapi ledakan kasus positif corona virus disease (covid-19) di Tanah Air. Karena semakin banyak kasus ditemukan, akan semakin mudah dalam penanganan kasusnya.
Selain itu, upaya pelacakan semua kontak erat sebagaimana tergambar dalam Rasio Lacak Isolasi KawalCOVID-19 merupakan bagian dari 3T (test, trace, treat) dalam penanganan covid-19. Dengan demikian, pasien yang benar-benar positif covid-19 yang ditangani dalam ruang isolasi.
“Kami akan minta terus ke pemerintah target pelacakan dilakukan sedikitnya 30 orang yang kontak erat dengan pasien positif covid-19. Mereka semua harus tes swab untuk meminimalisir risiko penularan lebih lanjut,” kata co-founder KawalCOVID-19, Elina Ciptadi dalam diskusi terkait makin tingginya kasus positif covid-19 di Indonesia, pada Kamis (30/7/20).
Pembicara lain dalam diskusi secara daring itu adalah Direktur Umum dan Sumber Daya, RS Universitas Andalas, Andani Eka Putra dan Satgas Covid-19 kota Cimahi, Jawa Barat, Fedri Rinawan.
Elina merujuk pada data KawalCOVID19 yang menunjukkan, daerah dengan rasio lacak isolasi setidaknya 30 berbanding 1 berhasil menekan angka kematian karena covid-19.
Hal senada dikemukakan Andanu. Katanya, pelacakan dan isolasi kontak erat tidak terpisahkan dari strategi testing massal. Dan tes swab PCR adalah jenis tes yang harus dikedepankan untuk diagnosis kasus positif baru.
“Rapid tes antibodi tidak efektif di minggu pertama pemeriksaan, karena sensitivitas hanya berkisar 10-20 persen. Di minggu kedua pun sensitivitas baru naik menjadi 40 persen, sehingga tak banyak kasus baru yang terjaring,” ujarnya.
Karena alasan itulah, lanjut Andini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengharuskan tes swab bagi penumpang pesawat setelah mendarat di bandara. Hasilnya, ditemukan 10 kasus positif ketika dites PCR, walaupun rapid tes mereka non-reaktif.
Fedri menambahkan, semua kontak erat seharusnya dites swab setelah 2-3 hari kontak dengan orang positif covid-19, meski protokol Kementerian Kesehatan menyebut kontak erat hanya perlu dikarantina 10 hari dan dites hanya ketika bergejala.
“Semua kontak erat perlu dites. Jika harus tunggu bergejala dulu baru dites, maka tidak akan ditemukan kasus positif tanpa gejala dan belum bergejala (asimptomatik dan presimptomatik),” ujarnya.
Menurut Fedri, setelah hasil tes swab negatif, mereka tak perlu lagi menjalani karantina kecuali observasi dokter mengindikasikan bahwa kemungkinan orang tersebut untuk positif tinggi sangat tinggi. Misalkan, bila satu rumah positif di-swab kecuali satu orang negatif.
“Bila demikian kondisinya, maka tesnya harus diulang. Karena dari sejumlah kasus, kontak tersebut ternyata hasilnya positif setelah melakukan tes ulang,” ucapnya.
Dokter Andani menambahkan, semua PDP (sekarang dikategorikan sebagai Suspek) juga perlu dites untuk menyaring siapa pasien yang tidak perlu dirawat di ruang isolasi di rumah sakit.
“Gejala covid-19 itu aneka macam. Ada yang mirip penyakit jantung, stroke, pneumonia. Dan itu semua belum tentu covid-19,” katanya.
Jika hasil tes bisa diketahui segera, maka suspek bisa dipindahkan dari ruang isolasi ke ruang perawatan normal. Ruang isolasi bisa digunakan mereka yang benar-benar positif terkena covid-19,” ucapnya.
Di Sumbar, lanjut Andani, hasil tes swab bisa diketahui dalam 24 jam agar orang tidak lama menyandang status ODP, PDP, suspek atau probable. Dokter Andani juga mengingatkan para pemimpin dan masyarakat Indonesia untuk tidak takut pada ledakan kasus positif.
“Bila yang positif banyak, itu berarti kita mengetes banyak orang dan mendeteksi banyak kasus sebelum menyebar lebih luas ke dalam masyarakat,” katanya.
Dan yang tak kalah penting dari banyaknya jumlah kasus positif adalah positivity rate. Semakin masif tes dan pelacakan kontak erat, positivity rate niscaya akan turun.
“Di titik inilah, ketika positivity rate sangat rendah atau setidaknya di bawah 5 persen, kita bisa mengatakan bahwa wabah ini tidak lagi menyebar luas di tengah masyarakat,” ucap Andani menandaskan. (Tri Wahyuni)