
JAKARTA (Suara Karya): Jalinan kerja sama Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti dengan Guilin Tourism University (GTU), Tiongkok yang dirintis sejak 2017 lalu makin erat saja. Dalam waktu dekat, GTU mengirim 10 dosennya untuk kuliah pascasarjana di STP Trisakti.
“Sementara mahasiswa STP Trisakti yang belajar di GTU ada 65 orang,” kata Ketua STP Trisakti, Fetty Asmaniati di Jakarta, Rabu (13/3/2019) saat memaparkan hasil kunjungannya ke GTU, Tiongkok, pekan lalu.
Dalam kunjungan itu, Fetty didampingi Ketua Yayasan Trisakti, Bimo Prakoso untuk menghadiri kunjungan resmi Duta Besar Republik Indonesia untuk Tiongkok dan Mongolia, Djauhari Oratmangun ke Kampus GTU didampingi oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di Guangzhou, Tiongkok, Gustanto.
Fetty menjelaskan, kerja sama dengan Guillin Tourism University selama ini dilakukan dalam bentuk pengembangan bahan ajar serta pertukaran dosen dan mahasiswa. Dirintis pula pengembangan riset bersama dengan GTU, karena kampus tersebut memiliki kualitas pendidikan yang mumpuni.
“Guillin Tourism University di Guangxi itu sangat terkenal di Tiongkok. Bukan hanya fasilitas kampusnya yang bagus, tetapi mereka juga punya budaya riset yang kuat. Karena kerja sama ini nantinya diperluas dalam bentuk _joint research”_ ujarnya.
Fetty mengaku beruntung, karena STP Trisakti bisa menjalin kerja sama dengan GTU. Karena kampus itu dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi pariwisata terbaik di Tiongkok. Diharapkan, kerja sama itu dapat meningkatkan kualitas di kedua kampus.
Ditambahkan, program kerja sama STP Trisakti dengan GTU saat akan diperluas dalam bentuk program joint degree atau lulus dengan 2 ijazah. Mahasiswa belajar di perguruan tinggi asal selama 2 tahun, lalu melanjutkan ke perguruan tinggi asing untuk 2 tahun berikutnya.
“Program joint degree ini cukup menarik minat lulusan SMA baik di Indonesia maupun Tiongkok” katanya.
Ditambahkan, kerja sama dengan GTU ditekankan pada sejumlah bidang, antara lain perhotelan, food and beverage, pariwisata dan culture heritage yang merujuk pada makin berkibarnya bisnis wisata kuliner di seluruh dunia.
“Kerja sama fokus pada bidang food and beverage, karena masing-masing negara memiliki kekayaan kuliner dan khazanah budaya. Termasuk pariwisata dunia. Hal semacam itu cukup menarik perhatian untuk dipelajari,” tuturnya.
Ditegaskan, STP Trisakti kedepannya akan membuka program studi yang cukup mumpuni dan terbilang unik. Misalkan, prodi culture heritage yang berhubungan dengan pengelolaan museum dan situs bersejarah. Mengingat Indonesia yang kaya dengan situs dan benda-benda bersejarah.
“Tak banyak perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki prodi culture heritage. Padahal, keahlian itu diperlukan agar situs dan benda-benda bersejarah kita tidak tergerus oleh modernisasi,” kata Fetty. (Tri Wahyuni)