
JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta pemerintah daerah membuat petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) penerimaan peserta didik baru (PPDB) lebih dini. Dengan demikian, sistem zonasi dalam PPDB tahun ini dapat berlangsung tertib dan lancar.
“Peraturan tentang PPDB tahun 2019/2020 sudah diterbitkan. Kami minta daerah segera menindaklanjutinya lewat juknis maupun juklak-nya. Jadi tak ada alasan lagi waktunya mepet,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy saat peluncuran Permendikbud No 51 Tahun 2019 tentang PPDB tahun ajaran 2019/2020 di Jakarta, Selasa (15/1).
Muhadjir menjelaskan, isi Permendikbud No 51/2019 itu sebenarnya tak berbeda jauh dengan Permendikbud sebelumnya nomor 14 Tahun 2018. Karena Permen tersebut merupakan penyempurnaan dari sistem zonasi yang dikembangkan sebelumnya.
Pelaksanaan PPDB tahun ini ditempuh melalui 3 jalur, yaitu zonasi yang merujuk pada domisili siswa memiliki kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal 5 persen dan perpindahan orangtua dengan kuota maksimal 5 persen.
“Kami harap urusan kuota itu bisa diterapkan secara tegas. Pertimbangan utama dalam PPDB bukanlah kualifikasi akademik, tetapi tempat tinggal. Memang ada jalur akademik dan perpindahan orangtua, tetapi itu sifatnya darurat,” ucapnya.
Ia berharap pemda langsung bekerja dengan membuat juknis dan juklaknya agar bisa segera disosialisasikan ke sekolah dan masyarakat lebih awal. Sehingga semua pihak yang terlibat dalam PPDB dapat memahami sistem baru tersebut.
“Masih ada waktu 5 bulan kedepan. Kami harap pemda bisa bekerja cepat agar proses PPDB dapat berlangsung tertib dan lancar,” katanya.
Menurut Muhadjir, jika selama ini masalah pendidikan diselesaikan lewat pendekatan yang bersifat makro, maka dalam sistem zonasi akan diubah menjadi mikro. Penyelesaian masalah yang ada akan berbasis zona.
“PPDB itu hanya salah satu saja. Sistem zonasi juga akan diterapkan dalam distribusi dan kualitas guru, sarana dan prasarana. Termasuk program wajib belajar 12 tahun itu nanti menggunakan basis zonasi,” ujarnya.
Karena merujuk pada hasil evaluasi penerapan PPDB tahun 2018 lalu, lanjut Muhadjir, Kemendikbud menemukan banyak sekolah yang mengumumkan daya tampung tak sesuai dengan rombongan belajar (rombel) yang ada. Selain itu, juga ada sekolah memiliki daya tampung melebihi ketentuan rombel.
Sebagian besar sekolah belum dapat menerapkan seleksi jarak antara sekolah dengan tempat tinggal peserta didik, yang sesuai dengan prinsip zonasi. Selain itu, banyak sekolah menerapkan kuota zonasi, prestasi, dan perpindahan domisili tak sesuai dengan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.
“Dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2019 mencantumkan larangan penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Untuk keluarga tidak mampu dapat menunjukkan kartu Indonesia Pintar (KIP) atau program pemberdayaan dari pemerintah lainnya,” ujarnya.
Muhadjir berharap terjadi perubahan pola penerimaan pada PPDB tahun ini. Sekolah didorong aktif mendata anak usia sekolah di zona masing-masing. “Jadi sekolah yang proaktif dalam mendata calon siswa yang ada di sekitar sekolah,” katanya.
Ditambahkan, Kemdikbud akan bekerja sama dengan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri. Karena basis siswa sebenarnya berasal dari data kependudukan.
“Pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB wajib dilakukan oleh semua pihak, khususnya Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Kami minta Pemda memastikan sekolah terhindar dari praktik jual beli kursi/titipan, ataupun tindakan pelanggaran lain,” katanya.
Jika terjadi unsur pidana, Mendikbud menegaskan, berupa pemalsuan dokumen maupun praktik korupsi, maka pihaknya akan mendorong masalah tersebut dilanjutkan ke proses hukum. (Tri Wahyuni)