
JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia (Menristek) Nadiem Anwar Makarim memimpin pertemuan meja bundar Perhimpunan Menteri Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tentang Layanan dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Pertemuan bertajuk ‘South East Asia Policy Dialogue on Early Childhood Care and Education (SEA PD on ECCE)’ itu digelar di Jakarta, Rabu (26/7/23).
Di bawah Keketuaan ASEAN Indonesia, pertemuan itu merupakan bagian dari upaya Indonesia menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan.
“Saya ingin menggarisbawahi tiga aset utama negara anggota ASEAN, yaitu stabilitas regional; pertumbuhan ekonomi; dan bonus demografi,” kata Mendikbudristek menegaskan.
Nadiem mengatakan, pertumbuhan bonus demografi di kawasan ASEAN merupakan janji bagi dunia untuk masa depan yang lebih cerah.
“Generasi berikutnya akan jadi kunci penting dari perjalanan ASEAN untuk menjadi pusat pertumbuhan global,” ucapnya.
Menurut Nadiem, upaya itu menjadi tanggung jawab dirinya sebagai menteri pendidikan untuk bergerak bersama meningkatkan kapasitas anak-anak di ASEAN,” kata Nadiem yang menjadi menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju.
Ditambahkan, peran penting dan dampak jangka panjang dari layanan dan pendidikan anak usia dini telah diakui secara luas. PAUD merupakan dasar untuk kesehatan dan kesejahteraan, keberhasilan pendidikan, serta produktivitas ekonomi dan sosial.
“Mempertimbangkan bonus demografi, ASEAN harus menyediakan pendidikan berkualitas bagi anak di tahun awal kehidupannya. Hal itu merupakan investasi bermakna untuk pertumbuhan dan kemajuan kawasan,” ucap Nadiem.
Sebagai kelanjutan presidensi G20 Indonesia tahun lalu, Kemdikbudristek menggunakan keketuaan ASEAN untuk menyerukan investasi yang lebih besar dalam pengembangan PAUD.
“Sudah saatnya kita mengirimkan pesan yang lebih kuat kepada masyarakat ASEAN terkait kebutuhan mendesak untuk memberi pengalaman belajar terbaik bagi anak-anak sejak dini,” tuturnya.
Filosofi partisipasi dari bawah ke atas dan tindakan kolektif memungkinkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar dan terpadat di Asia Tenggara, mentransformasi sistem pendidikan secara signifikan.
Khususnya kualitas pembelajaran, ketersediaan dan akses, kompetensi guru dan tenaga kependidikan, kemitraan lintas sektoral, kolaborasi sekolah-keluarga, inovasi digital, dan pengelolaan keuangan.
“Kita butuh transformasi bottom-up (dari bawah ke atas) yang berkelanjutan dalam sistem pendidikan kita,” katanya.
Untuk itu, lanjut Nadiem, pentingnya menjadikan kebijakan Merdeka Belajar sebagai gerakan massal guru, orangtua, keluarga, dan masyarakat. Sehingga aksi kolektif itu membawa perubahan yang esensial dan berskala besar.
Sebagai wujud komitmen Indonesia, pertemuan meja bundar tingkat menteri pendidikan ASEAN diikuti dengan peluncuran Scoping Studies of ECCE Policies in Southeast Asia yang diprakarsai oleh Indonesia.
Hasil penelitian itu akan memperkaya pemahaman tentang berbagai strategi yang diterapkan negara-negara di Asia Tenggara dalam penyelenggaraan pendidikan dan layanan anak usia dini.
Deklarasi para menteri pendidikan di ASEAN terkait layanan dan pendidikan anak usia dini diharapkan menjadi salah satu keluaran dari konferensi dua hari itu.
Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan kita sebagai bangsa. Peran itu berkembang, dan menjadi bagian dari komunitas internasional.
“Mari bergabung bersama sebagai satu komunitas untuk menjadikan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan global. Membangun generasi penerus sebagai penggerak kemakmuran global,” pungkas Menteri Nadiem. (***)