
JAKARTA (Suara Karya): Putusan Majelis Hakim PN Bandung dengan vonis seumur hidup terhadap Herry Wirawan, terdakwa pelaku kasus kekerasan seksual pada 13 santriwati, di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/22) mendapat respon positif dari masyarakat, tak terkecuali Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Kementerian PPPA menghormati putusan penjara seumur hidup, meski putusan Hakim tidak sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Saya berharap setiap vonis yang dijatuhkan Hakim dapat menimbulkan efek jera, bukan hanya bagi pelaku, tetapi juga mencegah terjadinya kasus serupa secara berulang,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, dalam siaran pers, Selasa (15/02/22).
Seperti diberitakan, terdakwa Herry Wirawan adalah seorang pendidik dan pemilik pondok pesantren. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan yang memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.
Kekerasan itu menimbulkan korban lebih dari satu orang beberapa kali, sebagaimana dalam dakwaan primer. Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup.
Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primer.
Selain itu, Majelis Hakim juga membebankan restitusi (ganti rugi) kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terhadap anak dari 12 korban pemerkosaan terdakwa sebesar Rp331.527.186.
“Tentang penetapan restitusi masih menunggu putusan yang incracht dan saat ini Kementerian PPPA akan membahasnya dengan LPSK,” kata Bintang.
Ia menegaskan, putusan Hakim terhadap penetapan restitusi tidak memiliki dasar hukum. Dalam kasus ini, Kementeriaj PPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi.
Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi tidak dibebankan kepada negara.
Di samping restitusi, Majelis Hakim juga menetapkan 9 orang korban dan anak korban diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat.
Penetapan itu dilakukan evaluasi secara berkala dan jika dalam waktu tertentu para korban dan anak korban dinilai sudah pulih secara fisik dan mental, maka akan dikembalikan kepada keluarganya.
“Kementerian PPPA mengapresiasi putusan yang mengatur keberlanjutan pemenuhan hak anak-anak korban dan upaya perawatan fisik dan psikis sembilan korban dan para anak korban di bawah pantauan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini UPTD PPA Provinsi Jawa Barat,” kata Bintang Puspayoga. (Tri Wahyuni)