JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyoroti kasus dispensasi kawin anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang terjadi akibat hamil di luar nikah.
“Perkawinan anak memiliki banyak dampak negatif. Di satu sisi, perkawinan itu merusak masa depan anak. Sisi lainnya adalah menggerus cita cita bangsa dalam menciptakan SDM unggul,” kata Bintang dalam siaran pers, Jumat (13/1/23).
Perkawinan anak, lanjut Bintang, memicu tingginya angka putus sekolah. Selain juga rentan terjadi kematian ibu akibat melahirkan, anemia, ketidaksiapan mental dan juga terjadinya malnutrisi.
Dari sisi ekonomi, anak yang menikah muda terpaksa harus bekerja dengan upah rendah sehingga kemiskinan ekstrim akan terus berlanjut. Belum lagi, ketidaksiapan fisik dan mental yang berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga.
Karena itu, Bintang menegaskan, perkawinan anak tak boleh terjadi lagi. Selain melanggar hak anak, hal itu juga melanggar hak asasi manusia.
“Saat ini pemerintah tengah mengatur mekanisme untuk pengetatan dispensasi kawin agar tidak mudah diperoleh anak,” ucap Menteri PPPA.
Kabupaten Ponorogo mencatat tingginya perkawinan anak. Pada 2020 ada 241 kasus dispensasi kawin anak, angkanya naik menjadi 266 kasus pada 2021. Pada 2022, kasus dispensasi kawin anak turun menjadi 191 kasus.
“Kami mengapresiasi turunnya kasus dispensasi kawin anak di ponorogo. Hal itu memperlihatkan upaya keras semua pihak untuk mencegah terjadinya perkawinan anak,” ujarnya.
Untuk itu, Bintang meminta semua pihak, mulai dari kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, orangtua, pendidik dan tenaga pendidikan, tenaga kesehatan, dan media untuk bahu membahu agar hal itu tidak terjadi lagi,” katanya.
Kementerian PPPA melalui Tim SAPA telah berkoordinasi dengan Dinas PPPA Jawa Timur dan Dinas Sosial PPPA Ponorogo untuk memantau kasus dispensasi kawin anak di Ponorogo. Selain koordinasi dengan Pengadilan Agama Ponorogo.
“Langkah lebih lanjut, Dinsos PPPA Ponorogo membuat perjanjian kerja sama dengan Pengadilan Agama terkait rekomendasi, pembinaan dan edukasi bagi calon pemohon dispensasi nikah,” ucapnya.
Menteri PPPA menegaskan, pemerintah terus berjuang untuk menekan jumlah perkawinan anak. Bahkan, penurunan jumlah perkawinan anak merupakan satu dari 5 program prioritas Kementerian PPPA 2020-2024.
“Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka perkawinan anak, antara lain penguatan layanan informasi, edukasi, konseling dan konsultasi lewat layanan PUSPAGA. Ada 257 PUSPAGA di 16 Provinsi dan 231 kabupaten/kota,” katanya.
Kementerian PPPA mendorong seluruh Pemda dari tingkat provinsi hingga desa untuk menerbitkan kebijakan pencegah perkawinan anak dalam bentuk Peraturan daerah, Pergub/Bup/Wal, Surat Edaran dan peraturan lainnya.
“Komitmen yang tinggi dalam bentuk kebijakan perlu untuk mencegah perkawinan anak sehingga tercipta generasi penerus bangsa yang unggul kelak,” katanya.
Kementerian PPPA terus gencar mengampanyekan Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak untuk menekan angka perkawinan anak yang masih marak di sejumlah daerah. Bersama MUI dan sejumlah K/L, pada 2021 saling dukung dalam melakukan berbagai upaya pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan kualitas keluarga. (Tri Wahyuni)