Mesin Bor Buatan Mahasiswa Indonesia Menang Kompetisi di Amerika!

0

JAKARTA (Suara Karya): Mahasiswa asal Indonesia menoreh prestasi dalam kompetisi internasional Not-A-Boring Competition di Texas, Amerika Serikat.

Tiga mahasiswa Technische Universität (TU) Munich Jerman yang terdiri dari Jeffrey Kenny, Girvan Thamrin, dan Andrean Tedjojuwono beserta tim itu meraih gelar overall winner atau pemenang utama.

Sebagai informasi, Not-A-Boring Competition adalah ajang besutan The Boring Company milik Elon Musk. Kompetisi itu menantang para mahasiswa dari seluruh dunia untuk merancang dan membuat mesin bor terowongan.

Peserta dengan mesin bor paling cepat melubangi terowongan lebih cepat dari siput akan menjadi pemenang.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, Jerman, Ardi Marwan memberi apresiasi atas kiprah mahasiswa Indonesia yang menang dalam ajang Not-A-Boring Competition tersebut.

“Semoga pencapaian mahasiswa Indonesia ini dapat memotivasi mahasiswa lainnya untuk berkiprah dan mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional,” kata Ardi dalam acara yang digelar darin Satuan Kerja Pendidikan dan Budaya Kedutaan Besar Indonesia, di Berlin, Jum’at (5/5/23).

Ajang Not-A-Boring Competition terbilang cukup ketat. Pasalnya, para juri menetapkan beberapa kriteria dalam menentukan penilaian. Kriteria itu, antara lain, keamanan mesin dalam beroperasi, akurasi dan ketepatan mesin bor mencapai sasaran, dan kecepatan mesin untuk membuat suatu terowongan.

Andrean yang berperan sebagai penasihat teknis mengungkapkan, hanya ada dua tim yang mencapai tahap safety check dan diizinkan untuk memulai pengeboran. Dua tim itu adalah TU Munich dan tim dari Eidgenössische Technische Hochschule Zürich.

“Artinya, kami berhadapan langsung dengan mereka di tahap final,” ujar Andrean.

Tim TU Munich yang terdiri dari 40 orang dengan beberapa sub-tim itu berhasil mengembangkan mesin bor yang mampu mencapai kecepatan rata-rata 11 m/jam dengan kecepatan maksimal hingga 25 m/jam.

Sedangkan mesin bor terowongan standar industri hanya mencapai 1,7 m/jam. Artinya, mesin hasil inovasi tim TU Munich 14x lebih cepat dari mesin bor standar industri.

Keunggulan lain dari mesin itu adalah mampu beroperasi di kondisi berlumpur, berpasir atau berbatu, penggantian pipa menggunakan automasi robot tanpa cara manual, bentuk komponen ruang tambang yang inverted cone sehingga meningkatkan kecepatan tambang.

Selain memiliki konsep mesin yang portable sehingga bisa cepat dan mudah dipasang. Mesin TU Munich berhasil mengebor terowongan dengan panjang 11,8 meter.

Tim TU Munich membutuhkan waktu 2 tahun untuk mengembangkan mesin bor tersebut. “Salah satu tantangan terbesar adalah manajemen waktu karena mesin kami butuh perencanaan dan pengembangan yang matang,” ucap Andrean.

Girvan yang bertugas sebagai co-lead di sub-tim mata bor mengungkapkan, keberhasilan tim TU Munich bukan tanpa tantangan. Medan berlumpur dan lengket dapat menyumbat mesin bor. Namun berkat kerja keras dan kegigihan, tim TU Munich berhasil mengembangkan cara agar tanah tersebut tidak lengket.

“Mesin kami menyemburkan cairan kimia tenside guna menurunkan efek viscositas pada tanah,” ujar Girvan.

Jeffrey sebagai co-lead di sub-tim kelistrikan dan perangkat lunak menyampaikann mesin itu juga harus berbelok dengan akurat. Karena itu, mesin memiliki sistem navigasi yang terhubung dengan sistem steering mesin.

“Pada akhirnya, mesin bor yang dilengkapi dengan kombinasi sensor seperti akselerometer, giroskop, dan magnetometer dapat untuk mengukur dan melaporkan orientasi, kecepatan, dan gaya gravitasi,” ujar Jeffrey. (Tri Wahyuni)