
JAKARTA (Suara Karya): Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) akan mendorong pemerintah memperbaiki nasib guru honorer. Pemerintah bisa memanfaatkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 dan regulasi lainnya untuk mengangkat guru non-PNS menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Guru honorer harus diberi kesempatan ikut seleksi tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Jika tak lolos, ikut sertakan pada seleksi penerimaan PPPK,” kata Bamsoet usai menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Jakarta, Selasa (4/2/20).
Bamsoet menjelaskan, Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak ada nomenklatur honorer. Mereka yang bekerja di instansi pemerintah, disebutkan hanya PNS dan PPPK.
“Meski tak ada nomenklaturnya, jangan sampai penghapusan tenaga honorer, termasuk guru akan menimbulkan masalah baru. Karena hingga kini, dunia pendidikan kita selalu mengeluh kekurangan guru,” ujarnya.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI itu juga mengingatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk mengantisipasi atas tingginya jumlah guru pensiun sepanjang 2019 hingga 2023. Jumlahnya diperkirakan mencapai angka 316 ribu orang.
“Tetapi data PGRI tadi disebutkan hingga akhir Agustus 2019, jumlahnya bahkan lebih besar lagi, yakni 1,1 juta orang,” tuturnya.
Sebagai informasi, dalam rapat kerja Komisi II DPR RI bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 20 Januari 2020 berencana menghapus tenaga honorer dari organisasi kepegawaian pemerintah, termasuk guru honorer di berbagai lembaga pendidikan.
Rencana itu dilakukan karena merujuk pada UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam pasal 6 disebutkan, tak ada nomenklatur honorer. Mereka yang bekerja di instansi pemerintah hanya PNS dan PPPK.
“Karena itu, kami berharap pemerintah segera mencari solusi atas keberadaan guru honorer yang jumlahnya mencapai 937.228 orang. Jangan sampai pengabdian mereka selama ini terabaikan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Bamsoet menjelaskan rencana kerja MPR RI dalam melakukan perubahan terbatas atas UUD 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Hal itu bertujuan untuk pembangunan sumber daya manusia dan pendidikan nasional agar berkelanjutan.
“Bukan rahasia lagi, setiap ada pergantian menteri maka terjadi perubahan kebijakan dan uji coba kurikulum baru. Kondisi itu membuat tenaga pendidik dan peserta didiknya kewalahan. Misalkan, ujian nasional (UN). Pada 2021, UN akan dihapus. Tetapi nantinya pada pemerintahan selanjutnya UN dihidupkan kembali,” ujarnya.
Karena itu, Bamsoet menilai Indonesia butuh PPHN untuk memberi jaminan tentang sistem pendidikan nasional yang komprehensif. Sehingga dunia pendidikan Indonesia akan melangkah maju dan menjadi terdepan. (Tri Wahyuni)