Mulai Besok, Harga Tes PCR Diturunkan jadi Rp495 Ribu

0

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kesehatan (Kemkes) menetapkan tarif tertinggi pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) hingga menjadi Rp495 ribu untuk Jawa dan Bali dan Rp525 ribu untuk luar Jawa dan Bali.

“Penetapan harga baru ini berlaku mulai besok, Selasa (17/8/21). Kami minta para pihak mematuhi ketentuan ini,” kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kemkes, Abdul Kadir dalam keterangan pers secara virtual, Senin (16/8/21).

Hadir dalam kesempatan itu, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam PMK, Iwan Taufiq Purwanto.

Penurunan harga tes PCR hingga 45 persen dari harga sebelumnya itu, membuat Indonesia berada pada peringkat kedua termurah dibanding negara se-ASEAN, setelah Vietnam.

Disebutkan, harga tes PCR di Thailand berkisar Rp1,3 juta hingga Rp2,8 juta, di Singapura sekitar Rp1,6 juta, Filipina Rp437 ribu hingga Rp1,5 juta, Malaysia Rp510 ribu dan Vietnam sebesar Rp460 ribu.

Perubahan harga tes PCR ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Abdul Kadir menjelaskan, evaluasi harga tes PCR tersebut dilakukan bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari beberapa komponen, yaitu jasa pelayanan/SDM, reagen dan bahan habis pakai, biaya administrasi, overhead, margin bagi pelaku usaha sebesar 10-20 persen dan komponen lain yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

“Dari hasil evaluasi, kami sepakati batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR adalah Rp495 ribu untuk Jawa dan Bali, serta Rp525 ribu untuk luar Jawa dan Bali,” ucapnya menegaskan.

Dengan demikian, batasan tarif tes PCR yang sebelumnya ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3713/2020 per 05 Oktober 2020, dinyatakan tidak berlaku lagi. Batas tarif tertinggi itu berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan atas permintaan sendiri.

Batas tarif tertinggi tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus covid-19 di rumah sakit, dimana penyelenggara dapat bantuan dari pemerintah, atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien covid-19.

Sementara itu, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam PMK, Iwan Taufiq Purwanto mengatakan, BPKP melakukan evaluasi ata sBatasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR berdasarkan permohonan dari Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, melalui Surat Nomor JP.02.03/I/2841/2021 per 13 Agustus 2021.

Ditambahkan, BPKP diminta bantuan untuk melakukan evaluasi batasan tarif tertinggi RT-PCR terkait penurunan harga beberapa komponen. Sehingga regulasi tentang harga acuan tertinggi perlu disesuaikan.

“Penyesuaian harga acuan ini dilakukan untuk melindungi masyarakat mendapat harga tes PCR mandiri yang wajar,” katanya.

Adanya penetapan tersebut, Kementerian Kesehatan mengimbau Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atas pemberlakuan batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan PCR.

Metode pemeriksaan RT-PCR merupakan salah satu jenis metode Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) yang saat ini digunakan rumah sakit, laboratorium, dan fasilitas lain ditetapkan oleh menteri kesehatan sebagai standar utama konfirmasi diagnosis covid-19.

Ditanya komponen apa yang dihilangkan hingga harga tes PCR bisa turun hingga 45 persen dibanding sebelumnya, Abdul Kadir mengatakan, hal itu bisa terjadi karena harga reagen dan bahan habis pakai sudah tidak semahal saat awal pandemi.

“Pemerintah waktu itu menetapkan batas tertinggi tes PCR sebesar Rp950 ribu, karena sulit mencari reagen dan bahan habis pakai. Kasusnya seperti masker di awal pandemi yang harganya mahal,” tuturnya.

Soal permintaan Presiden Joko Widodo agar hasil tes PCR paling lambat 1x 24 jam, hal itu dimungkinkan. Karena saat ini laboratorium untuk pemeriksaan sample sudah lebih banyak. “Dulu, pemeriksaan PCR bisa sampai berhari-hari, terutama di daerah, karena sampel harus dibawa ke laboratorium di kota besar. Kendala ini semoga bisa teratasi,” katanya. (Tri Wahyuni)