
JAKARTA (Suara Karya): Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) mendorong lulusan Program Guru Penggerak (PGP) untuk mendapat posisi strategis di lembaga pendidikan.
“Kami akan rancang regulasi yang memastikan alumni Guru Penggerak (GP) mendapat prioritas untuk posisi strategi di lembaga pendidikan,” kata Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam acara Dialog Pendidikan Program Guru Penggerak (PGP) secara virtual, Kamis (5/8/21).
Alasannya, menurut Nadiem, lulusan GP memilik talenta pemimpin masa depan. Mereka dapat mengisi posisi kepala sekolah, pengawas dan lainnya.
Dijelaskan, Program Guru Penggerak adalah pelatihan untuk guru guna memberi dampak nyata pembelajaran di kelas agar menjadi lebih menyenangkan, dan bukan sekadar pendidikan dan pelatihan (diklat) biasa.
“Guru tak sekadar dilatih cara mengajar, tetapi juga dibuka pemikirannya agar dapat bereksperimen secara mandiri. Lebih percaya diri dalam mengikuti instingnya untuk menciptakan format pembelajaran yang menyenangkan, sehingga murid merasa perbedaan itu dalam kelas,” tuturnya.
Dalam dialog, Mendikbudristek berbagi inspirasi serta semangat positif di tengah perjuangan memberi layanan pendidikan berkualitas bersama para pemangku kepentingan pendidikan.
“Saya merasakan momen emosional, ketika banyak guru mengaku belum pernah ada program yang mampu mengubah pola pikir dan menggugah identitas diri mereka sebagai pendidik,” ujarnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Jenderal (Dirjen) GTK, Iwan Syahril. Ia memberi apresiasi kepada peserta Program GP angkatan 1 yang berhasil menyelesaikan pelatihan selama 9 bulan.
“Kami bangga ada perubahan pola pikir dan pembelajaran oleh guru peserta Program Guru Penggerak dalam melihat dan memosisikan murid. Semangat egaliter, terbuka, terus belajar dan berbagi serta budaya refleksi trlah mengakar di kalbu para guru kita,” katanya.
Sementara itu, Bupati Garut, Rudy Gunawan mengemukakan, Program GP menunjukkan perhatian dan komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kompetensi guru di Indonesia.
“Guru diberi modul pembelajaran tentang bagaimana strategi mendidik yang baik, berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantara yang berfokus pada kebutuhan anak. Pemimpin pembelajaran adalah guru yang diarahkan dengan benar,” katanya.
Bupati Tulang Bawang Barat, Umar Ahmad dalam kesempatan yang sama menilai, program GP itu luar biasa, karena dapat membangun peradaban Indonesia ke depan. “Kami siap mendukung program ini karena memberi ruang kepada guru untuk melakukan diferensiasi pembelajaran kepada peserta didik,” ucapnya.
Salah satu peserta Program Guru Pengerak Angkatan I dari SMP PGRI 2 Kota Denpasar, Bali yang juga guru IPA dan pelaksana tugas (Plt) Kepala Sekolah, Ayu mengemukakan, perubahan pada dirinya setelah pelatihan adalah menjadi lebih disiplin, mandiri dan kreatif. Hal itu karena terbiasa mengerjakan tugas modul dalam Program GP dengan waktu yang ditetapkan.
“Peserta juga mencari sendiri materi-materi ilmu baru sebelum mengajar, menyiapkan strategi belajar yang inovatif, menyenangkan, dan lebih demokratis agar peserta didik terpacu untuk berani berpendapat dan saling menghargai antarsesama,” ujarnya.
Ditambahkan, saat sekolah dirinya juga bergerak bersama teman-teman guru untuk merancang program yang berdampak pada murid. “Saya imbaskan materi yang ada di Program GP dengan membuat RPP berdiferensiasi dan klinik pendampingan (coaching) memanfaatkan aset yang ada di sekolah,” kata Ayu.
Perubahan dalam proses pembelajaran itu dirasakan oleh siswanya yang bernama Gina. Gina merasa senang belajar dengan gurunya. “Bu Ayu sangat baik, sabar, dan kreatif. Suasana kelas jadi jauh lebih bersemangat dan antusias,” tuturnya.
Calon Guru Penggerak Angkatan I dari SMAN Taruna Nala Kota Malang, Jawa Timur, Rida menceritakan dampak yang dirasakan setelah Program GP. Penerima beasiswa dari Humboldt State University, California itu mengalami perubahan pola pikir dan cara pandang dalam memberi pembelajaran kepada siswa.
“Jika sebelumnya saya hanya menyelesaikan materi, sekarang saya lebih memikirkan strategi belajar yang memfasilitasi kebutuhan belajar murid. Perubahan komunikasi dengan murid, orang tua, dan rekan-rekan guru menjadi lebih terbuka dan reflektif,” tuturnya. (Tri Wahyuni)