Nadiem: PJJ itu Bukan Kebijakan, Tapi Pilihan Belajar di Masa Pandemi

0
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim (Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) bukanlah kebijakan Kemdikbud, tetapi pilihan belajar yang harus dilakukan di masa pandemi. Karena secara geografi, budaya, maupun infrastruktur, PJJ akan sulit diterapkan secara maksimal di Indonesia.

Hal itu dikemukakan Mendikbud dalam webinar bertajuk Sosialisasi dan Respon atas Laporan Pemantauan Pendidikan Global (Global Education Monitoring/GEM) Report Tahun 2020 oleh Badan Pendidikan dan Kebudayaan Dunia (Unesco), Kamis (10/9/20).

Nadiem menyebut, tantangan pendidikan di Indonesia, sebelum terjadinya pandemi corona virus disease (covid-19) pun terbilang sangat besar. Hal itu disebabkan kondisi geografi, budaya, maupun infrastruktur di Indonesia yang luas dan tidak merata.

“Mesti begitu, pemerintah harus menyusun kebijakan terbaik untuk memastikan pembelajaran tetap berjalan, termasuk di masa pandemi saat ini. Terutama untuk anak-anak usia sekolah, yang butuh bimbingan dari guru, meski dari rumah,” tuturnya.

Mantan pengusaha itu kembali menegaskan, pihaknya mengusung semangat inklusivitas dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan sejak awal, bahkan mulai dari tahap pembuatan kebijakan. “We never do anything alone,” ucapnya.

Ditambahkan, seluruh kebijakan yang dikeluarkan Kemdikbud harus merujuk pada masukan, saran dan nasehat dari para pemangku kepentingan, ahli-ahli pendidikan, masyarakat serta wakil pemerintah daerah dan pusat.

“Karena dalam pendidikan tidak ada satu jawaban tunggal. Education has the highest level of complexity. Semua butuh kolaborasi untuk mencapai hasil yang maksimal,” ucapnya.

Karena itu, Nadiem memberi apresiasi atas pemaparan Laporan GEM Tahun 2020 yang diterbitkan Unesco. Laporan tersebut akan menjadi masukan dalam pembuatan kebijakan di Kemdikbud.

Menurut Nadiem, salah satu kebijakan inklusif yang dilakukan Kemdikbud di masa pandemi adalah program relaksasi penggunaan Dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang dapat digunakan kepala sekolah untuk membiayai kebutuhan sekolah, sesuai dengan ke-khasan masing-masing.

“Ada sekolah yang butuh laptop untuk dipinjamkan ke siswa, tetapi ada yang lebih butuh kuota data, ada yang butuh untuk gaji guru honorer, dan lainnya. Beragam kebutuhan yang dihadapi sekolah, sehingga kami beri keleluasaan. Tentu saja penggunaan dana itu harus dipertanggungjawabkan,” katanya.

Kebijakan Kemdikbud lainnya adalah penerapan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah di masa pandemi covid-19. Sekolah bisa memilih kurikulum yang disederhanakan secara mandiri, kurikulum darurat yang disusun Kemendikbud atau Kurikulum 2013.

“Kami telah menyederhanakan kurikulum agar peserta didik dapat mempelajari apa yang esensial saja untuk naik ke jenjang selanjutnya. Tak mungkin guru mengajar seluruhnya, dengan keterbatasan yang ada,” ucap Mendikbud.

Ditambahkan, orangtua memainkan peran penting dalam pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini (PAUD). Kemdikbud telah membuat modul-modul spesifik yang menyasar orangtua di rumah, lengkap dengan lembar kerjanya.
Kemdikbus juga pastikan, penggunaan modul-modul di satuan pendidikan adalah legal sesuai aturan Kemdikbud

“Di masa pandemi ini kita melakukan perubahan-perunahan fundamental dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain budgetary reform, perubahan bisa dilakukan dalam 2-3 bulan, padahal di masa normal kebijakan tersebut butuh waktu 2-3 bulan,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco (KNIU), Arief Rachman berharap webinar dapat menjadi tempat berbagi pengalaman, belajar bersama dan membangun kolaborasi untuk mengatasi tantangan pendidikan inklusif.

“Praktik baik yang dilakukan Indonesia dapat menginspirasi negara lain untuk mengembangkan inovasi layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik wilayahnya,” katanya. (Tri Wahyuni)