Suara Karya

Nastiti, Penerima Beasiswa PMDSU Raih Gelar Doktor di Usia Muda

JAKARTA (Suara Karya): Penerima Beasiswa program PMDSU (Pendididikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul) Kemristekdikti, Nastititi Intan Permatasari berhasil meraih gelar doktor di usia muda, 26 tahun. Ia menempuh pendidikan S1, S2 dan S3 di Universitas Airlangga Surabaya, dalam waktu yang terbilang singkat yakni 7,5 tahun.

Saat ditemui usai bertemu dengan Dirjen Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Senin (2/9) di Jakarta, mengaku senang karena pendidikan yang dijalaninya bisa selesai lebih cepat dari yang ditargetkan.

Ia lulus program S1 program studi (prodi) biologi Universitas Airlangga Surabaya dalam kurun waktu 3,5 tahun, lalu lanjut program S2 prodi ilmu kedokteran di kampus yang sama selama 1,5 tahun. Program doktornya di Universitas Airlangga pada bidang ilmu kedokteran tropis diselesaikan dalam 3,5 tahun.

Nastiti merupakan penerima beasiswa program PMDSU batch kedua pada tahun 2015. Program tersebut hanya bisa diikuti mahasiswa bertalenta dengan IPK diatas 3,2. Bahkan Nastiti berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)-nya mencapai 4.0.

Keberhasilan itu dipuji Dirjen SDID Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti. Ia berharap Program Beasiswa PMDSU dapat dilanjutkan pemerintah karena terbukti menjadi terobosan dalam menghasilkan lulusan pascasarjana unggul dengan biaya lebih murah, jika dibandingkan mengirim keluar negeri.

Perempuan kelahiran Madiun pada 20 Juni 1993 awalnya bercita-cita menjadi ahli forensik. Karena itu ia memilih prodi biologi. Setelah terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa PMDSU ia ingin menjadi dosen dan peneliti. Ia berharap bisa menjadi perempuan peneliti yang mumpuni di Tanah Air.

Nastiti menuturkan, penelitian disertasinya tentang tuberkulosis (TB) terutama pada pasien yang resisten terhadap obat antibiotik rifampisin.

“Saya meneliti apakah resisten itu terjadi karena tubuh sudah menolak obat itu atau bakteri-nya yang mutan. Penelitian ini masih butuh kajian yang lebih dalam,” ujarnya.

Anak pertama dari dua bersaudara ini berharap bisa menjadi dosen di kampus almamaternya dan melanjutkan penelitian tentang TBC. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan joint research dengan kampus asing soal TBC. “Karena saya meneliti 3 hal itu,” ucap Nastiti menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts