JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendorong optimalisasi dana insentif fiskal untuk percepatan pembangunan di 62 daerah tertinggal.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 ditargetkan pengentasan 25 dari 62 kabupaten daerah tertinggal.
Sedangkan persentase penduduk miskin turun dari 24 persen menjadi 23,5 persen. Dan peningkatan indeks pembangunan manusia menjadi 62,2-62,7 persen.
Hal itu dikemukakan Plt Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana, Sorni Paskah Daeli, dalam Rakor Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN PPDT) Tahun 2022 dan Pemanfaatan Dana Insentif Fiskal (DIF) Tahun 2023 di Jakarta, Senin (14/8/23).
Pernyataan itu disampaikan Sorni terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Insentif Fiskal yang diterbitkan pada 27 Desember 2022.
Sebelumnya, pemerintah telah mengenalkan dana insentif daerah untuk kabupaten berprestasi. Pada 2023, program tersebut berganti nama menjadi Dana Insentif Fiskal (DIF).
Kementerian keuangan memberi dana alokasi khusus kepada 62 daerah yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 sebesar Rp1 triliun.
Ditambahkan, penggunaan insentif fiskal difokuskan untuk pembangunan infrastruktur yang lebih inklusif, sebagai upaya percepatan pemulihan ekonomi. Namun tetap memperhatikan kriteria dan indikator ketertinggalan masing masing daerah.
Sesi rapat koordinasi dilanjutkan dengan pemaparan panel yang dipimpin Asisten Deputi Pemerataan Pembangunan Wilayah Ivan Syamsurizal.
Sedangkan Plt Dirjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendesa PDTT Rafdinal menyampaikan evaluasi pelaksanaan RAN PPDT tahun 2022. Khusus daerah tertinggal diberikan dana Rp1 trilyun, dimana Rp7-23 miliar dialokasikan untuk infrastruktur, antara lain isu kemiskinan ekstrem.
Kegiatan dalam PPDT pada 2022 cukup dinamis, jumlahnya mencapai 2.439 kegiatan. Persentase kegiatan dalam RAN PPDT mencapai 74.05 persen pada 2022, meningkat dibanding 2020 sebesar 41,63 persen dan 64,98 persen pada 2021.
“Ini bukti komitmen Pemerintah Pusat. Karena itu, kami mengimbau Kepala Bappeda di 62 kabupaten daerah tertinggal untuk memiliki komitmen yang sama dengan Pemerintah Pusat,” ucap Rafdinal.
Asisten Deputi Pemerataan Pembangunan Wilayah Ivan Syamsurizal meminta K/L yang belum menyerahkan laporan kegiatan RAN PPDT 2023 B06 (semester 1) untuk segera ke Kemenko PMK. Ditunggu hingga 16 Agustus 2023. Karena laporan tersebut akan disampaikan ke Presiden.
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus dan Keistimewaan Kemenkeu, Jaka Sucipta menjelaskan, DIF untuk daerah tertinggal untuk mengejar ketertinggalan melalui untuk peningkatan kinerja.
Penggunaan DIF fokus untuk infrastruktur agar terjadi peningkatan kualitas layanan dasar dan umum. Sehingga nasyarakat dapat merasakan manfaat atas pemerataan pembangunan.
Saat ini sudah ada 5 daerah yang memenuhi syarat untuk penyaluran tahap kedua. Dari laporan bulanan dan laporan tahap kedua jumlah DIF yang telah digunakan sebesar Rp56,61 miliar.
Rencana penggunaan DIF untuk pemeliharaan jalan, pembangunan jalan, rehabilitasi rumah akibat bencana, peningkatan SPAM, pembangunan 1 gudang perintis, rehabilitasi pelabuhan dan drainase.
“Mari kita dorong daerah yang belum mengeksekusi DIF tahap 1 untuk segera mengeksekusi agar tidak gagal salur,” tutur Jaka.
Kebijakan alokasi DIF merupakan langkah terobosan yang sangat penting dan krusial dalam upaya PPDT. Karena itu, diharapkan berjalan sinambung.
Pengalokasian DIF ditetapkan tak hanya pertimbangan kinerja daerah DT terkait, tetapi juga mengacu pada kriteria yang ditetapkan Kemendesa PDTT.
Menutup rakor, Sorni berharap kegiatan DIF tak hanya fokus pada pengembangan infrastruktur, karena faktor utama ketertinggalan daerah tertinggal adalah kapasitas SDM. Kegiatan pemberdayaan perlu dipertimbangkan pada kegiatan DIF tahun depan. (Tri Wahyuni)