Suara Karya

Orangtua Tak Sanggup Bayar SPP, Lembaga PAUD Terancam Gulung Tikar

Direktur PAUD Kemdikbud, Muhammad Hasbi. (suarakarya.co.id/ist)

JAKARTA (Suara Karya): Pandemi corona virus disease (covid-19) yang tak kunjung hilang dalam 3 bulan terakhir ini, ternyata secara perlahan meluluhlantakkan dunia pendidikan di Indonesia. Setelah perguruan tinggi swasta (PTS), kini lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) mengeluhkan hal serupa.

“Lebih dari 40 persen orangtua di PAUD sudah tak sanggup lagi bayar biaya pendidikan anaknya,” kata Direktur PAUD Kemdikbud, Muhammad Hasbi dalam Webinar bertajuk ‘Pendidikan Membahagiakan Anak di Era Covid-19’, yang digelar Majelis Dikdasmen PP Aisyiyah, Senin (11/5/20).

Jika pandemi covid-19 terus berlanjut hingga 3 bulan kedepan, lanjut Hasbi, banyak lembaga PAUD swasta terancam bubar. Masalah ini harus mendapat perhatian bersama, agar kondisinya tak semakin parah di masa depan.

Hasbi menyebut, data tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam satu bulan terakhir ini. Survei dilakukan untuk mengetahui dampak pandemi covid-19 terhadap lembaga PAUD di Tanah Air.

Dijelaskan, kesulitan orangtua dalam membayar biaya pendidikan anaknya akan membuat pendidikan di sekolah mandeg. Karena guru digaji dari dana yang dikumpulkan dari orangtua.

“Orangtua siswa tak sanggup lagi bayar biaya pendidikan karena terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Sekolah tak punya uang untuk bayar guru. Peserta didik langsung terkena imbasnya,” ucap Hasbi.

Ia menyebutkan, proporsi paling besar dari orangtua yang tak bayar biaya pendidikan ada di Taman Penitipan Anak (TPA), satuan PAUD sejenis (SPS) dan kelompok bermain. Sedangkan di Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) atau Bustanul Athfal menduduki proporsi tertinggi dari orangtua yang tak membayar biaya pendidikan anaknya.

Sementara itu, Ketua PP Aisyiyah Prof Masyitoh Chusnan mengungkapkan, sejak kebijakan Belajar dari Rumah (BDR) diterapkan karena pandemi covid-19, banyak guru di sekolah Aisyiyah di berbagai pelosok tidak lagi dapat honor bulanan.

“Padahal, selama ini mereka berjuang di garda terdepan untuk mencerdaskan anak bangsa,” kata Prof Masyitoh seraya menyebut solusi atas masalah itu adalah Gerakan Taawun Sosial oleh PP Aisyiyah dan Muhammadiyah. Dana yang terkumpul untuk membayar honor guru.

Dalam kesempatan yang sama, pakar PAUD yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Yarsi, Prof Fasli Djalal menekankan pentingnya kolaborasi orang tua dan guru untuk keberhasilan kegiatan belajar di rumah.

“Orang tua tak harus mendorong anak untuk terus menerus belajar, tetapi bisa juga diselingi dengan kegiatan bermain. Karena bermain pun berguna untuk merangsang kreativitas anak,” ujarnya.

Alasannya, Fasli menjelaskan, bermain membuat anak menjadi senang. Kondisi itu secara psikologis membuat anak merasa nyaman dan aman, sehingga terdorong mengeksplorasi diri.

“Jadi bukan belajar keras, tetapi belajar cerdas. Bagaimana membuat belajar jadi kegiatan yang menyenangkan, informatif, imajinatif sekaligus mengembangkan potensi anak menjadi luar biasa,” tuturnya.

Kegiatan webinar diikuti sekitar 300 guru Aisyiah di seluruh Indonesia. Hadir pula dalam ksempatan itu, Ketua Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren (LP3) Universitas Muhammadiyah Jakarta, Herwina Bahar. (Tri Wahyuni)

Related posts