
JAKARTA (Suara Karya): Teror bom kembali merusak ketenteraman masyarakat Indonesia. Ledakan bom di depan Gereja Katedral itu jelas mencederai toleransi dan demokrasi.
“Jika tak segera diusut, Indonesia akan terjerumus lagi pada aksi-aksi kekerasan ekstrem, kejahatan terorisme dan konflik komunal seperti pengalaman di Ambon, Sampit dan Poso,” kata Ketua Dewan Pembina Public Virtue Research Institute, Tamrin Amal Tomagola, dalam siaran pers, Minggu (28/3/2021).
Menurut Tamrin, teror bom itu merupakan aksi kriminal yang mencederai toleransi. Kemajemukan dan saling tenggang rasa sudah menjadi pilihan kita dalam berbangsa dan bernegara. “Jangan lagi ada aksi-aksi intoleransi yang merusak kerukunan umat beragama,” ucapnya.
Ditambahkan, aksi intoleransi dan radikalisme berpotensi merusak tatanan masyarakat yang majemuk dan budaya tenggang rasa yang lama tumbuh di Indonesia. Aksi kriminal sektarian semacam ini juga menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kajian Toleransi dan Demokrasi Public Virtue Research Institute, Rodilansah Roland Gunawan menyatakan turut berbelasungkawa, khususnya pada korban ledakan dan umat Kristiani yang sedang ibadah di Gereja Katedral Makassar.
“Kami mendesak pemerintah untuk menemukan kelompok pelaku di balik teror bom di Gereja Katedral Makassar. Kami imbau warga untuk tidak menyebarkan video dan gambar korban ledakan karena dapat memicu aksi lain,” ucapnya.
Rodilansah juga meminta masyarakat agar waspada atas informasi di media sosial. Percayakan informasi pada media yang telah terbukti kredibilitasnya.
Dalam kajian Public Virtue Research Institute, aksi kriminal dan teror bom seperti ini sudah terjadi dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Mulai dari Bom Bali I (2002), Bom JW Marriot (2003), Bom Bali II (2005), Bom Ritz Carlton (2009), Bom Masjid Az-Dzikra Cirebon (2011), Bom Sarinah (2016), Bom Mapolresta Solo (2016), Bom Kampung Melayu (2017) serta Bom Surabaya dan Sidoarjo (2018).
“Kali ini, kasus yang sama terjadi di depan Gereja Katedral Makassar di Jalan Kajaolalido, Makassar, Sulawesi Selatan,” kata Rodilansah menandaskan. (Tri Wahyuni)